Menristek: Takut Kalimantan Jadi Mantan Kali
Menteri Riset dan Teknologi Gusti Muhammad Hatta khawatir suatu saat pulau Kalimantan akan berubah panggilan menjadi "mantan kali" karena semakin maraknya penambangan batu bara di wilayah tersebut.
"Kalimantan takutnya berubah jadi mantan kali karena hutannya rusak, nanti sungainya menjadi kering dan tidak lagi dialiri air," tutur Gusti ketika menyampaikan kuliah umum bertemaIptek dan Inovasi untuk Kemajuan Indonesia di Aula Barat Institut Teknologi Bandung (ITB), hari ini.
Menurut dia, saat ini semakin banyak izin penambangan batu bara yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan di Kalimantan, dikhawatirkan menyebabkan kerusakan lingkungan yang meluas.
Gusti yang adalah Guru Besar Universitas Lambung Mangkurat Kalimantan Selatan itu juga memperkirakan, model penambangan batu bara yang terjadi saat ini mengulang kesalahan yang sama seperti yang terjadi pada penjualan kayu dari hutan-hutan Kalimantan.
"Dulu kita menjual kayu-kayu gelondongan begitu saja ke luar negeri tanpa diolah sehingga kehilangan nilai tambah. Ketika hutannya sudah habis baru kita sadar kalau salah," kata Gusti yang sempat menjabat Menteri Lingkungan Hidup itu.
Saat ini, lanjut dia, batu bara pun diekspor begitu saja dalam keadaan mentah ke luar negeri sehingga Indonesia tidak mendapat nilai tambah.
Menurut Gusti, sebenarnya Indonesia memiliki semua persyaratan yang dibutuhkan untuk menjadi negara yang perekonomiannya kuat.
Ia memberikan contoh Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia, penghasil karet kedua terbanyak di dunia, penghasil nikel ketiga terbesar di dunia dan tembaga kedua terbesar di dunia.
"Tapi semuanya itu kita kirim ke luar negeri dalam bentuk bahan mentah," ujarnya.
Sebaliknya, lanjut dia, industri dalam negeri justru mendatangkan bahan baku secara impor dari luar negeri.
Gusti pun menceritakan pengalamannya ketika ia baru saja menduduki kursi Menristek. Menurut dia, saat itu pada awalnya ia berbangga hati karena BUMN seperti PT Pindad dan PT LEN sudah mampu menghasilkan produk berteknologi tinggi.
"Tapi kebanggaan itu berkurang setelah saya tahu bahan baku yang mereka pakai ternyata masih impor," ujarnya.
Karena itu, misi pria kelahiran Banjarmasin 1 September 1952 tersebut sebagai menristek salah satunya adalah mempertemukan para peneliti dengan kalangan industri agar bisa bekerjasama menciptakan teknologi yang sepenuhnya mengandung komponen dalam negeri.