Meretas Batas di Perfilman Internasional

Senin, April 23, 2012 0 Comments



Rini Triyani.
Rini Triyani. (sumber: Dok. Pribadi)
Perempuan dari Bandar Lampung, sekolah di Bogor, mengambil pengalaman di Jakarta, ke Amerika Serikat, kini menetap di Selandia Baru. 

Beberapa waktu lalu, film animasi 3D yang disutradarai Steven Spielberg, The Adventure of Tin Tin: Secret of the Unicornsempat tayang di bioskop Indonesia. Selain menarik perhatian karena filmnya, sebagian masyarakat Indonesia juga jadi tahu, salah satu animator film ini adalah perempuan asal Indonesia.

Namanya Rini Sugianto. Ia lahir di Bandar Lampung namun kini menetap di Selandia Baru.Beritasatu.com sempat bertukar sapa lewat surat elektronik (surel) dengan perempuan kelahiran Bandar Lampung ini. Lewat surel itu Rini menceritakan sekelumit tentang perjalanan kariernya.

Terlihat dari perjalanan masa remajanya, Rini bukan perempuan yang takut akan hal baru. Terlihat dari pilihannya untuk menjalani masa SMA di Bogor, kemudian mengambil kuliah di Universitas Parahyangan Bandung jurusan arsitektur, kemudian ia melanjutkan pendidikan di Academy of Art University, jurusan animasi di San Fransisco, Amerika Serikat (AS).

Sejak kecil, perempuan berkacamata ini mengaku menyukai komik dan menikmati seni, juga berkutat dengan komputer. Dari sana ia menyadari adanya kemungkinan untuk menjalani hal-hal yang ia sukai ini: dunia visual.

Lulus dari kuliah jurusan arsitektur, Rini sempat magang di sebuah firma arsitektur di Jakarta dan dari sanalah ia belajar mengenai 3 dimensi (3D). "Dari situ saya mulai merasa inilah yang ingin lebih saya perdalam," katanya.

Sayangnya, saat itu, tak ada sekolah di Indonesia yang menyediakan pendidikan mengenai 3D. Padahal, selain karena suka, ia yakin ada masa depan di balik teknologi visual ini.

Tak ingin menyerah pada keadaan, Rini mencari cara untuk memperdalam ilmunya. "Pada waktu itu di Indonesia belum ada sekolah khusus animasi, akhirnya saya memutuskan untuk pergi ke Amerika Serikat (AS) untuk sekolah disana," tuturnya.

Meski sempat bekerja secara profesional di bidang animasi di Jakarta, bukan berarti Rini sudah lebih maju ketimbang teman-temannya di sana.

"Waktu mulai sekolah di AS, saya merasa tertinggal jauh sekali. Animasi sudah mendarah daging di sana. Sementara di Indonesia, belum berkembang. Dibanding teman-teman sekolah waktu itu (tahun 2004), saya banyak harus mengejar, harus bekerja ekstrakeras," ceritanya.

Setelah berhasil menyelesaikan pendidikan, tantangan Rini tidak berhenti di situ. Ia juga harus bisa membuktikan dirinya bisa diterima berkiprah di dunia internasional dengan bekerja di sana, tetapi itu juga tidak mudah didapat.

"Visa selalu bermasalah. Mungkin karena saya berasal dari Indonesia. Terutama setelah peristiwa teroris 9 September 2001 itu, peraturan jadi serbaketat. Untuk mendapat visa kerja juga sangat sulit. Banyak perusahaan yang bersedia menerima bekerja, tetapi mereka tidak mau berurusan dengan aplikasi visa. Ini selalu menjadi perjuangan yang melelahkan," kata perempuan yang mahir menggunakan beragam software seperti Maya, After Effect, xsi, Vegas, dan Premier ini.

Sempat bekerja di beberapa tempat, seperti Stormfront Studios, Offset Software, Blur Studio di Amerika Serikat, sekarang Rini bekerja di Weta Digital, Selandia Baru (yang menangani film Adventure of Tintin: Secret of the Unicorn). Rini mengakui, pekerjaan ini belum banyak diminati perempuan. "Mungkin karena jam kerjanya yang panjang," katanya.

Meski banyak bekerja di lingkungan yang banyak lelaki, Rini tidak merasa risih atau merasa ada perbedaan gender dalam menjalani pekerjaannya. "Tidak ada masalah sama sekali mengenai hal itu dalam pekerjaan. Apalagi di bidang animasi, semuanya tergantung dari skill kita. Tapi memang tidak banyak perempuan yang berkecimpung di bidang ini," tuturnya.

Menurut Rini, bagi perempuan yang ingin maju di bidang pekerjaan yang umumnya banyak didominasi lelaki, "Jangan terlalu fokus dengan fakta kita ini perempuan. Our skill and ability [bila dibanding dengan lelaki, sebenarnya] sama aja. That's what matter."

Kesempatan menggapai industri dan pengalaman yang jauh lebih besar dibanding Indonesia adalah alasan Rini untuk menjajal peruntungan di luar negeri. Tetapi ia tidak menampik kemungkinan untuk kembali bekerja di Indonesia. "Tergantung kesempatan waktu yang tepat," kata Rini yang masih bermimpi untuk bekerja di film-film besar lagi. Karya-karyanya bisa dilihat di www.triyani.com.

DAVINA NEWS

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

Tentang DaVinaNews.com

Davinanews.com Diterbitkan oleh Da Vina Group Davinanews.com adalah situs berita dan opini yang memiliki keunggulan pada kecepatan, ketepatan, kelengkapan, pemilihan isu yang tepat, dan penyajian yang memperhatikan hukum positif dan asas kepatutan Davinanews.com memberikan kesempatan kepada para pembaca untuk berinteraksi. Pada setiap berita, pembaca bisa langsung memberikan tanggapan. Kami juga menyediakan topik-topik aktual bagi Anda untuk saling bertukar pandangan. Davinanews.com menerima opini pembaca dengan panjang maksimal 5.000 karakter. Lengkapi dengan foto dan profil singkat (beserta link blog pribadi Anda). Silakan kirim ke email: news.davina@gmail.com.