Tak Sekedar Jalan Pintas Untuk Selembar Ijazah

Minggu, April 01, 2012 0 Comments




Sekolah non formal di Yayasan Nurani Insani Petamburan Jakarta
Sekolah non formal di Yayasan Nurani Insani Petamburan Jakarta (sumber: Beritasatu.com/ Ulin Yusron)
Sekolah non formal yang bisa mengeluarkan ijazah pun tak luput dari kutipan liar.

Hari gini kebanyakan orang sangat bermimpi bisa sekolah tinggi. Menggondol ijazah berujung gelar akademis. Gelar akademis bisa mengantarkan pemiliknya untuk menjadi kepala daerah, wakil rakyat, PNS dan jabatan karir di perusahaan swasta.

Semua orang tua pasti bangga anaknya memiliki ijazah yang dijadikan modal untuk mencari kerja. Alur berpikir ini kemudian dijadikan pola perusahaan maupun lembaga pemerintah dalam mencari sumber daya manusia dengan menyertakan ijazah pendidikan terakhir. 

Namun naasnya tak semua orang memiliki kesempatan untuk bisa mendapatkan selembar surat kelulusan. Ada yang tak ada biaya untuk sekolah tinggi, ada pula yang putus sekolah di tengah jalan. Sadar akan kondisi ini pemerintah memberi kesempatan masyarakat mengembangkan model sekolah non formal namun tetap bisa mendapatkan ijazah.

Model pendidikan ini dikenal PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat). Fungsi pemerintah di sini memberikan ijin legalisasi, mengakui kegiatan operasional belajar mengajar, memberikan kurikulum dan memberi kesempatan ujian sebagai landasan keluarnya rapor dan ijazah. Namun metode dan jam belajar diserahkan pada pengola menyesuaikan kondisi sisiwa. 

Cukup banyak masyarakat yang membentuk yayasan untuk mengadopsi sistem belajar ini. Salah satunya adalah Yayasan Nurani Insani di Petamburan Jakarta Pusat. Kegiatan belajar mengajar di lakukan di rumah yang disewa, persis di sebelah sekretariat Front Pembela Islam (FPI). Meski berdekatan, keduanya tak ada kaitan. 

"Kita prihatin carut marut bangsa ini, orang miskin termarginalkan," ucap Dedi Rosadi, Ketua Yayasan Nurani Insani. Lembaga ini mulai bergerak pada tahun 1997 di sepanjang sungai banjir kanal dan rel kereta api bongkaran Pejompongan, Kecamatan Tanah Abang Jakarta.

Di wilayah ini merupakan basis masyarakat miskin. Kemiskinan yang akut membuat banyak anak jalanan, anak yatim piatu,  anak-anak yang orang tuanya menjadi PSK, preman, pemulung dan orang tua yang bermasalah lainnya.

Mulanya yayasan ini menjalankan pembelajaran dari kolong jembatan di Pejompongan. Materi yang diajarkan terbatas baca tulis. "Daripada cuma di kolong jembatan dan hanya bisa ajarkan baca tulis, kita ingin bikin kelas. Apalagi sekolah ini menjadi sia-sia kalau tak ada rapot, ijazah," kata Dedi. Maka sejak 2004 yayasan ini dibuat. 

Dari kelas yang berpindah-pindah, akhirnya tahun ini mereka sanggup membeli sebidang tanah dan mendirikan bangunan di Petamburan. "Fondasi bangunan dibantu Mandiri Securitas. Lantai I dibantu dari BI dan disumbang tenaga dari Kodam Jaya. Sementara lantai II dari saya sendiri," ujar Dedi. 

Mereka pun mampu menyelenggarakan pendidikan setara PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), TK, Kejar Paket A (setara SD), Kejar Paker B (setara SMP) dan Kejar Paket C (setara SMA). 

Kegiatan belajar di sini sehari empat jam. Namun karena bangunan yang ala kadarnya, maka jadwal sekolah dibuat bergantian. Pagi untuk sekolah SD dan SMP. Dan siang untuk SMA. Bahkan tak jarang ruang belajar disekat-sekat. Toh, animo belajar siswa tak berbeda dengan sekolah formal lainnya.

Para siswa diberi seragam, tas, sepatu. Untuk buku pelajaran satu buku dipakai bersama. Siswa mencatat di buku yang sebagian diantaranya disediakan oleh yayasan. Saat ini ada siswa TK 50 orang, SD 137 orang. SMP 85 orang dan SMA 90. Itu hanya daftar jumlah siswa yang tercatat, karena pada praktiknya yang rutin sekolah tak semua siswa. "Tak bisa keras dan kaku menghadapi siswa. Harus pendekatan kekeluargaan, karena mereka absen sekolah karena ngamen cari uang, jualan. Di luar kelas itu juga belajar," kata Dedi.

Misalnya saja, ada siswa yang selalu berangkat terlambat. Setelah usut punya usut ternyata kalau malam si siswa tidak pernah kebagian tempat tidur. Rumah sepetak dihuni 12 orang. Mereka tidur bergantian. "Kalau malam siswa itu nongkrong di pos ronda. Paginya baru kebagian tempat tidur," cerita Dedi. 

Sekolah Swadaya Saja Masih Banyak Kutipan
Sekolah model ini 100% dibangun dari dana masyarakat. Pasalnya, menurut Dedi, kalau terima bantuan pemerintah seringkali dikorupsi. "Ibarat kata tanda tangan bantuan 100 perak, yang kita terima cuma 40 perak," katanya.

Sekolah yang membutuhkan legalitas pemerintah memang rentan kutipan liar. Dedi menceritakan, sejak membuat yayasan, mengajukan ijin prinsip sekolah, ijin operasional hingga ijin akreditasi kutipan pejabat dinas pendidikan selalu ada. "Kami punya donatur tetap yang nilainya dalam sebulan hanya 5 juta rupiah. Anggaran itu yang kita putar untuk sewa rumah, listrik, air dan honor guru. Belum lagi tamu-tamu pemerintah harus kasih amplop. Kalau kita tidak kasih uang, saya tidak dikasih informasi, tak ada undangan kegiatan yang mampir ke sini," aku Dedi.

Mengurus legalitas yayasan saja masih harus memberi uang rokok. Padahal dana operasional tersebut berasal dari para donatur. Sama sekali nol rupiah uang dari siswa. Untuk ujian persamaan saja senilai Rp75.000, pihak yayasan mencarikan donatur yang mau memfasilitasi ujian. 

Terkadang untuk ujian, meraka masih numpang di sekolah formal. Itupun juga pakai uang pelicin. "Belum lagi kedatangan penilik agama, pegawai dinas semua harus kasih uang walau tidak besar," ujarnya. 

Dalam keadaan kesempitan seperti ini, ada saja godaan yang datang. Namanya menyelenggarakan ujian persamaan, pernah terjadi artis nasional dan pejabat yang hendak maju sebagai kepala daerah mau memberi uang berapapun yang diminta asal bisa mengeluarkan ijazah tanpa melalui proses sekolah dan ujian. "Saya tolak karena esensi pendidikan bukan itu," kata Dedi.

Sekolah di sini justru ingin menciptakan siswa yang mampu membuka peluang kerja sendiri. Untuk membekali siswanya, Nurani Insani mengajarkan keterampilan seperti menari, tata rias, musik, bela diri, presenter dan informasi teknologi (IT). Siswa setara SMA di sini diajarkan IT oleh Universitas Bina Nusantara. 

Nurani Insani sudah menghasilkan lulusan sebanyak empat kali. Prestasi alumninya adalah ada yang sempat melanjutkan kuliah di Universitas Nasional (Unas). Jika demikian sekolah nonformal juga bisa diandalkan. Seperti pepatah: tak ada ada sekolah formal, sekolah non formalpun jadi.

DAVINA NEWS

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

Tentang DaVinaNews.com

Davinanews.com Diterbitkan oleh Da Vina Group Davinanews.com adalah situs berita dan opini yang memiliki keunggulan pada kecepatan, ketepatan, kelengkapan, pemilihan isu yang tepat, dan penyajian yang memperhatikan hukum positif dan asas kepatutan Davinanews.com memberikan kesempatan kepada para pembaca untuk berinteraksi. Pada setiap berita, pembaca bisa langsung memberikan tanggapan. Kami juga menyediakan topik-topik aktual bagi Anda untuk saling bertukar pandangan. Davinanews.com menerima opini pembaca dengan panjang maksimal 5.000 karakter. Lengkapi dengan foto dan profil singkat (beserta link blog pribadi Anda). Silakan kirim ke email: news.davina@gmail.com.