Wawancara Bupati Halmahera Utara Hein Namotemo: Kalau Tuhan Bisa kasih Saya Jadi Tuhan Saya Akan Minta

Senin, April 23, 2012 0 Comments



Hein Namotemo, Bupati Halmahera Utara saat memberi sabutan dalam Kongres Masyarakat Adat Nusantara Ke-4 di Halmahera Utara (19/4)
Hein Namotemo, Bupati Halmahera Utara saat memberi sabutan dalam Kongres Masyarakat Adat Nusantara Ke-4 di Halmahera Utara (19/4) (sumber: Ulin Yusron/ Beritasatu.com)
Wawancara dengan Bupati Halmahera Utara Hein Namotemo tentang penanganan konflik sosial, pengelolaan ekonomi dan persiapan Kongres AMAN ke-4.

Hein Namotemo, Bupati Halmahera Utara adalah sosok dibalik rekonsiliasi pasca kerusuhan 1999-2000.  Kerusuhan yang bermula dari Ambon dan merembet ke Ternate dan mengikuti arus air laut ke Pulau Halmahera. 

Kerusuhan meledak di Tobelo pada 27 Desember 1999 antara pemeluk Islam dan Kristen. Kedua kampung yang selama puluhan tahun hidup berdampingan dalam satu kampung itu tiba-tiba saja saling baku pukul, saling bunuh. Semua hanya bermula dari kabar burung yan tak jelas asal mulanya. Hanya dari SMS dari tangan ke tangan. "Katanya saudara-saudara kami di Ternate dibunuh," tutur warga Tobelo yang ditemui Beritasatu.com minggu lalu.

Dalam konflik berdarah yang menelan jiwa lebih dari 500 nyawa itu, munculllah sosok Hien Namutemo, Cabat Tobelo yang berinisiatif membuat perdamaian, mengajak pengungsi pulang dan membangun kembali kota mati yang diselimuti kecurigaan. 

Juru damai konflik sosial itulah modal Hein maju dalam pemilukada 2005. Hien telah menjabat periode kedua sebagai Bupati Halmahera Utara. Berikut ini nukilan wawancara Hien Namotemo kepada wartawan di sela-sela Kongres Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Aman) ke-4 yang dilaksanakan 19-25 April di Halmahera Utara. 

Apa spirit yang mendasari Anda dalam mendamaikan Tobelo?
Sebelum rusuh negeri ini memang damai. Tapi ketika terjadi perubahan transisi pemerintahan, seperti di daerah lain di sini juga terjadi pertikaian. Sesama saudara berubah jadi musuh. Saat 1999 tak ada yang dapat menjembatani pertikaian antar-agama dan sebagainya. 

Tahun 2001 saya jadi camat. Tanggung jawab terbesar saat itu adalah mendamaikan masyarakat yang sudah saling benci, dendam dan bunuh. Tapi saya lihat satu celah yang dapat mempersatukan mereka di bawah sebuah simbol, yakni budaya. Ketika saya katakan bahwa tidak ada cara lain selain damai, semua sepakat. Ini berasal dari ketulusan. Saya di komunitas Kristen dimusuhi. Tantangan terbesar dari Kristen karena sudah banyak korban, mereka tidak mau berdamai. Sepertinya kami ini tidak punya masa depan. Di kalangan muslim, juga berat. Siapa yang bicara rekonsiliasi itu taruhannya nyawa. Tapi kita memberikan pemahaman. Butuh nyali tinggi. Mereka juga berusaha membunuh saya. 

Ketika berusaha bicara perdamaian itu senjata dihadapkan, cuma harus ada ketulusan, keikhlasan, harus rela kalau memang pada hari itu saya jadi korban. Tapi ternyata tidak ada yang melakukan. Senjata sudah mengarah ke saya, tapi pelatuk tidak jadi atau diarahkan ke tempat lain. Sumbu bom sumbu sudaha dibakar tapi batal dilemparkan ke saya. Mungkin inilah modal untuk perdamaian yaitu ketulusan keikhlasan.

Di komunitas Muslim saya dianggap provokator, biang keladi. Teman-teman dari muslim berniat membunuh saya. Suatu kali saya bicara tiba-tiba mereka berubah pikiran. Mereka akhirnya mengakui minta maaf, menangis dan peluk saya. Mereka awalnya ingin membunuh saya, tapi setelah mendengat penjelasan saya mereka berpikir akan membunuh orang yang salah. Dari situ mereka meneruskan informasi perdamaian itu. 

Paling tidak dua orang mengakui ke saya ingin membunuh saya waktu saya naik kendaraan. Sudah dibidik ke saya, tapi mereka membatalkan, antara bathin dan emosi bergerak dan pada akhirnya emosi dikalahkan bathin.

Itulah yang meyakinkan saya untuk memgajak berdamai. Pada waktu itu tidak ada yang berani mengajak berdamai karena risikonya kepala. Tapi saya bilang saya jamin kalau ada perdamaian. Dalam hati saya terus berdoa usaha perdamaian ini nanti jangan terkoyak. Sebab kalau nanti terkoyak tidak ada lagi harga dan kepercayaan lagi.  

Saya ke Ternate, bilang ke bupati, tolong pulangkan saudara-saudara kami yang muslim. Di Tobelo tak ada yang muslim. DI Galela tak ada orang Kristen. Mereka sudah mengungsi. Saya bilang ke pengungsian untuk pulang. Waswas pasti ada tapi tak ada apa-apa.   

Saya ke Ternate dan Morotai untuk berbicara agar saudara muslim agar pulang. Saya jamin perdamaian. Marinir ternyata ikut melindungi saya. Saya bilang kalau tak mau berdamai silahkan perang. Yang mau perang pisahkan diri dengan yang mau berdamai. Saya akan pulang ke Tobelo dan bilang kepada kelompok Kristen yang sama. Tapi dengan syarat yang mau perang kita bawa ke pulau yang tak berpenghuni. Di situ kalian berperang dan tidak boleh mundur. Di situ saya ajak semua angakatan TNI untuk mengarahkan moncong senjata ke pulau itu. Yang mundur akan ditembak. 

Di forum itu saya diancam akan dibunuh. Setelah istirahat untuk Jumatan, orang yang mengata-ngatai saya menasihati. Saya memang bilang untuk apa berperang, pendidikan sudah tidak ada, guru sudah tidak ada lagi, tidak ada guna berperang, kita berdamai dan kita bangun negeri kita. Seminggu kemudian, teman-teman yang menolak berdamai rupanya berubah. Rupanya mereka berpikir. 

Waktu saya datang ke Morotai itu tidak ada rasa takut. Teman-teman yang ikut saya pada takut dan terkencing-kencing. Saya juga ke Manado untuk ajak kalangan Kristen pulang. Ketika akan memulangkan sempat hampir terjadi huru hara di Tobelo. DI mana muka kita. Maka saya dipanggil untuk kembali ke Tobelo. Saya ditunggu bupati, gubernur di Tobelo. Saya seperti panglima besar. Naik helikopter. 

Saya berbicara dan semua diam. Kurang dari lima menit komunitas muslim sepakat orang kristen pulang. Saya bilang ke gubernur masyarakat muslin sepakat untuk pulang. 
Saya bilang saling melindungi. 

Akhirnya bisa perdamaian. Ramadhan 2001 kita berdamai. Deklarasi damai kita lakukan dengan adat. Semua senjata tombak, parang, bom ditaruh di tengah lapangan. Lalu ada peristiwa sakral. Mereka saling bertukar pedang, lalu makan pinang sirih. Cara memberikan pinang sirih di ujung pedang. Setelah saling makan lalu minta maaf.

Di atas senjata itu semua disiram dengan minyak kelapa (simbol ketenangan kejernihan dan gula sebagai simbol damai. Di atas siraman gula dan minyak itu mereka bersumpah. Jika setelah ini ada yang merencanakan peperangan akan jadi korban terlebih dahulu. Itulah pada tanggal 19 April 2001 hari perdamaian kami.  

Sejak itu tidak ada lagi perang. Ada riak kecil-kecil tapi tidak mengganggu. Jadi saya yakini bahwa adat punya dimensi sakral yang mampu menyatukan. Dari situlah kami bikin monumen yaitu rumah besar adat Hibua Lamo. Hibua Lamo adalah tempat kita bermusyawarah, menyelesaikan semua pertikaian dalam satu meja bersama, makan bersama minum bersama. Yang belum mampu kita buat adalah monumen perdamaian. Harus ada monumen untuk mengingatkan semua orang,  menyadarkan bahwa di sini pernah terjadi peristiwa kemanusiaan agar di masa depan tidak ada lagi masalah serupa. Sekarang masih desain monumen.

Saya lalu jadi kepala bidang perikanan di Ternate. Lalu saya diangkat sebagai Kepala Kesbangpoil Kabupaten Maluku Utara. Lalu 2003 karena dimekarkan menjadi kabupaten Halmahera Utara, saya jadi kepala dinas perikanan. Lalu pilkada 2005. Saya sebenarnya tak mau maju karena saya melawan incumbent, kakak saya, saya cuma kepala dinas tak punya uang. Modal saya cuma membawa perdamaian. Saya dianggap punya andil memulangkan muslim dan kristen.  

Akhirnya saya maju, 2005 terpilih sebagai bupati. Setelah jadi bupati tidak ada niat kecuali mewarnai semua sendi kehidupan pemerintahan dan masyarakat dengan adat. Saya yakin kebenaran dan kebesaran adat sebagai alat perekat. 

12 Agustus 2005 saya dilantik sebagai bupati. Tiga hari kemudian saya minta dilantik adat. Pelantikan bupati di pemerintahan itu hanya dihadiri pejabat. Padahal yang pilih saya seluruh rakyat. Saya dikukuhkan secara budaya.

19 April 2007 rumah adat kami saya resmikan. Pada tanggal itu saya membuat rekomendasi Morotai sebagai kabupaten sendiri. 19 April 2008 UU Kabupaten Morotai disetujui. Saya makin meyakini pembangunan yang ditopang semangat Hibua Lamo bisa menembus semua dimensi ruang waktu, perbedaan. 

Lalu saya membuat kantor baru pada 12 Agustus 2008. Di Pemda sini kami buat kebijakan berpakaian: Senin-Selasa pakai pakaian dinas, Rabu pakaian adat, Kamis pakai jas agar keren seperti di Jakarta, jumat batik sesuai adat dan budaya kami. Waktu itu himbauan memakain adat ditentang. Ada yang malas, rendah diri kalau pakaian adat, tapi saya paksa. 

Saya cek yang tak pakai pakaian adat. Saya kumpulkan, mau maju atau tidak. Saya suruh bikin pernyataan pribadi. Setelah itu ternyata malah minta setiap hari pakai pakaian adat. Mengapa orang yang makin bangga dengan adat karena ada kepercayaan, ada kebanggan sebagai bagian penting kehidupan mereka. 

Apakah di sini ada pemisahan dua komunitas yang berbeda agama?
Tidak. Pada waktu pengembalian aparat memang jaga, tapi saat muslim pulang yang melayani masyarakat kristen. 

Apakah konsep perdamaian ala Hibua Lamo akan terus dipertahankan?
Hibua Lamo itu fiolosofinya tidak bisa berada di sudut. Jadi semacam ruang bundar. Jadi konsepnya adil dan seimbang. Saya Kristen tapi banyak keluarga saya muslim. Dulu di rumah kami di setiap kamar ada sajadah. Yang semua bisa ambil wudlu di kamar. Ada orang tua kami muslim, setiap minggu kalau tak ada tempat ibadah orang dipanggil ke rumah. Betapa toleransi itu terjaga. 

Jangan kita persoalkan soal perbedaan agama. Jadi siapapun yang datang ke Hibua Lamo dianggap saudara, sama dengan raja. Kami menghormati semua anggota masyarakat dan paguyuban di masyakarat. Saya yang melantik paguyuban itu. Kalau saya dituakan di adat, anggaplah saya ini bapak yang melayani anak-anak. Masing-masing anak punya kebutuhan berbeda. Itulah saya meyakini bahwa filosofi itu bersifat universal. 

Ada 5 filosofi seperti yang tergambar dalam baju adat kami: kasih sayang, pelihara, benar, saling melayani, saling mengajak. Tonggak sejarah itu. Kalau kita menghormati leluhur kita, kita harus mengunjungi mereka agar roh mereka menginspirasi kita. Menghormati leluhur itu berkah. Kalau kita lupa suatu saat kita akan sengsara. 

Saya suka menyendiri mencari suara Tuhan, suara leluhur. Jika saat sepi saya bisa mendengar suara-suara gaib yang berkaitan dengan sesuatu. Hibua Lamo memiliki nilai universal: saling berbagi. Sekarang tidak. Yang lebih tidak kita kasih tahu, yang kurang kita beritahukan. Orang cerita kerugian, tidak pernah cerita keuntungan. Berbagi itu mana terjadi di negeri ini.

Setelah bangkit dari konflik sosial, bagaimana profil ekonomi Halmahera Utara?
Banyak alternatif sumber ekonomi di sini. Mulai dari kayu, minyak kelapa, pangan dan lain-lain. Di sini orang bisa makan. Makanya tidak ada pengemis di kota ini. Pertumbuhan ekonomi sekitar 7 persen. Inflasi juga terkendali. Ketika di Jakarta ramai soal kenaikan BBM, di sini orang santai-santai saja. Struktur ekonomi lumayan bagus, PDB juga bagus antara belanja pegawai dengan belanja pemerintah. APBD tahun lalu Rp 560 Miliar yang terdiri Rp 200 Miliar untuk gaji pegawai dan sekitar Rp 300 Miliar untuk pembangunan. Jadi kami jaga agar APBD kita lebih besar pembangunan ketimbang biaya rutin. Biaya sosial juga harus kecil kalau tidak itu bisa jadi alat politik. Kalau melayani rakyat tak usah pakai politik.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebelum 2010 kami Rp 12-20 miliar. Tapi 2010 akhir barulah kami bernegoisasi dengan perusahaan tambang di sini dan mereka mau menyisihkan 1,5 persen dari pendapatan kotor mereka sebagai kontribusi ke pemerintah daerah. Kita bisa dapat Rp 70 Miliar dari satu perusahaan tambang. 

Tahun 2011 ini PAD kami sudah Rp 80 miliar (10 Miliar dari PAD sendiri dan 70 Miliar dari kontribusi perusahaan tambang). Tahun ini kami rencanakan Rp 120 Miliar. Kalau hukum Indonesia masih bisa disesuaikan sebenarnya daerah bisa dapat lebih banyak. Faktanya bumi air dan kekayaan alam digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan orang asing. Mereka yang makmur kita yang miskin. Kalau itu disesuaikan kita bisa hidup lebih makmur. Harusnya kita yang lebih besar. Daerah 5 % saja sudah bisa kaya. 

Paradigma penyelenggara negara eksekutif dan legislatif harus berpikir soal ini. Keperbihakan kita pada rakyat masih kurang. Kolusi antara pengusaha dan penguasa kalau berkolaborasi. Memang susah dibuktikan. Padahal mereka taruh uang di luar negeri supaya tidak kelihatan. Pembuktian susah dilakukan tapi feeling kita ada kebocoran keuangan negara besar. 

Harusnya pemerintah di negeri ini menjernihkan pikiran hati dan perilaku. Kalau memang mau korupsi dibuat saja aturan agar tak ada yang minta-minta uang. Itu bukan rahasia lagi. Akhirnya kalau ada uang kita tipu negara ini. 

Apakah Anda akan memberikan hak konsensi kepada perusahaan tambang?
Saya harus lihat undang-undang berubah dulu supaya rakyat dapat pembagian yang lebih besar. UU Minerba belum memberi jaminan hak bagi rakyat. Meskipun ada konsep CSR (corporate social responsibility), kenyataannya belum bisa dinikmati rakyat. UU Kehutanan juga sama. Jika saya kasih ijin konsesi pertambangan, tapi pemilik tanah itu rakyat maka saya menghilangkan sumber makan rakyat. Rakyat punya tanah, pengusaha punya modal bagaimana kalau kita jalankan bersama. Kalau belum ada pembagian yang adil saya belum bisa menerima. Kalau saya tandatangai satu ijin konsesi, dan belum ada pembagian yang adil sama saja saya mengusir rakyat saya sendiri. 

Perusahaan akan bilang saya sudah pegang ijin, kalian rakyat silahkan pergi. Kau sudah tidak bisa masuk ke sini karena saya sudah punya ijin. Tetapi bila ada komitmen bersama antara perusahaan dengan masyarakat, kami bisa fasilitasi. Makanya, kami ingin golkan dulu UU Masyarakat Adat supaya pengelolaan sumber daya alam tidak jadi masalah. 

Bagaimana dengan  tanah adat yang telanjur dikuasai perusahaan? Sementara PAD Halmahera Utara dapat pasokan besar dari pertambangan?
Sebagai kepala adat sekaligus kepala daerah, tidak mudah. Peraturan memang sudah telanjur tumpang tindih. Kami sudah coba bikin peraturan tentang hak ulayat, tapi kurang berdaya karena kalah dengan peraturan nasional. Tapi saya keras terhadap siapa pun yang ingin merampas hak rakyat. Kalau ada perusahaan atau instansi yang presentasi investasi lalu hanya menjanjikan prosentase amat kecil bagi rakyat, pulang sajalah. Nanti jika UU Masyarakat Adat disahkan, kami akan atur kembali soal pengelolaan sumberdaya alam. 

Posisi Anda dalam investasi seperti apa, karena 80% PAD kabupaten berasal dari pertambangan?
Di satu sisi saya kepala adat, di sisi lain saya kepala adat. Posisi saya di mana ya di sini. Saya tidak bisa hanya memihak salah satu apakah pengusaha atau rakyat. Peraturannya memang harus diubah. 

Kita buat Perda pengakuan hal ulayat, pemerintah desa saja hingga sekarang belum bisa diperdakan. Kalau ada keluh kesah rakyat ya harus dipahami. Kita saja memperjuangkan bagi hasil 1,5 % itu berjuang selama empat tahun baru berhasil. Kita rapat dari pemerintah pusat, pengusaha, gubernur. Saya lihat akal-akalan saja karena awalnya kita cuma dapat 0,6-0,8 % dari bagi hasil. Saya bilang itu terlalu kecil tapi dijawab itu sudah besar. Besar bagaimana 90 % dibawa ke luar tidak disebut besar. Pak dirjen itu orang Indonesia atau bukan. Saya bilang bubar saja rapat. Tapi saya ingatkan perusahaan untuk jangan coba-coba beroperasi. Saya akan berusaha tiap hari satu kampung untuk duduk-duduk saja di depan perusahaan, tapi jangan coba untuk usir kami. Saya sudah ancam begitu baru bisa bernegosiasi. Kami minta awalnya 2,5 % tapi akhirnya dapatnya 1,5%. 

Jadi kalau tanah ulayat tidak diakui karena hukum adat kita tidak diakui. Di kongres ini kita perkuat. Jadi dengan itu kita bikin pembangunan jembatan, jalan agar rakyat puas. Kalau ada UU maka kita bisa minta perusahaan berkomitmen pada masyarakat. Sekarang dengan dana CSR ada dana per kecematan 20-30 Miliar per tahun yang dikelola antara perusahaan dengan masyarakat. 

Kalau kita tidak memberi ijin kita tidak dapat kontribusi. Kalau kasih ijin dan mengurbankan rakyat tidak bisa juga. Hubungan antara masyarakat adat dengan tanah itu sangat kuat. Bisa saja tambang itu tidak kelihatan.  
 
Bagaimana Anda mengatasi korupsi?
Barang kalau jelek pasti susah disembunyikan. Makanya saya ingatkan kepada seluruh staf, jangan mengutip biaya di luar ketentuan saat tender. Kalau ada pengusaha yang mengeluar sudah kasih biasa tapi tidak dimenangkan, saya marahi keduanya. Saya peringatkan sekali saja, kalau diulangi lagi akan repot.  

Pengawasan juga dapat dilihat dari proses pencairan anggaran. Kalau ada pencairan yang mendahului seharusnya, berarti ada uang yang bermain. Tinggal usut saja. Jangan sampai ada pemberian uang karena ada persekongkolan. Saya mengontrol setiap minggu saya lihat, kas daerah masuk-keluar dari mana saja. Lima tahun pertama saya tidak perhatikan itu karena saya anggap Sekda yang mengelola itu. Beberapa bulan baru saya tanya dan dikasih laporan. 

Satu saat saya dipanggil BPK katanya ada temuan. Ada denda belum dibayar, ada pajak belum dimasukkan, ada administrasi belum lengkap. Saya tanya yang korupsi ada tidak, katanya tidak ada. Akhirnya saya tanya temuan BPK hanya soal administrasi, artinya tidak ditemukan kerugian negara tapi bukti-bukti belum lengkap. Saya bilang harusnya Sekda yang bertanggung jawab, ternyata saya salah karena saya kepala daerah.

Maka sejak itu tiap hari kepala keuangan lapor. Kami sudah pisahkan rekening menjadi delapan antara lain untuk DAU, DAK, gaji dll. Selama 5 tahun lalu tidak ada itu, semua gabung jadi satu. Sekarang sudah tertib.

Paling tidak tiap minggu ada laporan. Dan dikeluarkan uang kas daerah itu. Saya juga pisahkan rekening daerah ke 7 rekening sesuai peruntukannya: DAK, gaji, dan seterusnya. Makanya suap no, korupsi no, disiplin yes. Meskipun itu sangat berat karena kecenderungan manusia itu ke negatif. 

Hasil Audit BPK Kabupaten Halmahera Utara apa?
Selama lima tahun lebih kami selalu disclaimer. Awalnya kami kira disclaimer itu hasil pemeriksaan yang bagus. Waktu disebut diclaimer senanglah. Tahu-tahu saya panggil kepala inspektorat artinya apa. Ternyata ini hasil yang tidak baik (ketawa). Astaga! Dari situ saya bikin pelatihan, kerjasama dengan beberapa pihak. Empat tahun pertama saya tidak tahu apa itu disclaimer. Sejak itu saya ajak BPK kerjasama untuk membantu kami melengkapi dokumen pertanggungjawaban. Disclaimer itu kan karena penilai tidak bisa menilai karena tidak ada pertanggungjawaban. Sejak 2007 disclaimer. Tapi 2011 kita berusaha jangan sampai disclaimer lagi.

Makanya kalau ada BPK datang saya bilang kalau periksa jangan seperti polisi. Kalau staf tidak ada jangan emosi, biar benar juga dianggap salah. Kalau memang kami belum tahu, tolong dibimbing, melengkapi bukti-bukti. Makanya sampai sekarang di Halut sampai sekarang belum ada yang dipenjara. Mengapa belum karena belum ada niat jelek untuk melakukan itu. Kalau itu terjadi karena kekeliruan. 

Apakah Anda berambisi menjadi Gubernur?
Jangankan gubernur, kalau Tuhan bisa kasih saya jadi Tuhan saya juga akan minta. Karena persoalan negeri ini tidak bisa diselesaikan hanya oleh gubernur. Jika saya jadi gubernur pun, masih banyak masalah yang belum tuntas. Saya lihat ketidakadilan luar biasa. Pendidikan, kesehatan, infrastruktur banyak masalah. Saya di sini dari tahun pertama sampai tahun ke tujuh masih banyak sejumlah persoalan. Partai-partai begitu jadi wakil rakyat minta biaya kembali. Sekarang dibutuhkan orang yang bisa kun fayakun. Apa bisa itu terjadi. 

Tapi kalau saya punya kemampuan saya awasi agar dipercepat. Kalau bangun sekolah jalan tidak bagus, ke depan tidak bisa dapat proyek lagi. 

Bagaimana Anda mempersiapkan Kongres Aman ke-4?
Mempersiapkan kongres ini juga dengan ketulusan, keikhlasan. Tidak mudah memang. Dalam waktu empat bulan saja. Apalagi di era di mana kepentingan politik sangat bersebarangan, tidak mungkin DPRD setuju menggunakan dana Rp 4 Miliar. Maka disetujui dana Rp 2 Miliar. Monumen air nusantara Rp 800 juta. Padahal dalam kalkukasi kongres ini bisa sampai Rp 10 Miliar. Tapi kalkulasi anggaran itu kan pikiran manusia, tapi saya percaya itu cuma nilai yang menakutkan. Akhirnya saya minta para pengusaha membantu meratakan lokasi kongres. Awalnya mereka tidak mau. Saya bilang kalau tidak mau maka seluruh proyek 2012 kalian tidak boleh ikut tender. Kalian selama ini makan rejeki dari sini, tapi untuk kepentingan bersama kalian tidak tolong. Akhirnya mereka mau. Beras, gula lauk semua dibantu oleh masyarakat. 

Semua PNS saya turunkan untuk bekerja membantu kongres Aman. Saya istirahat jam 03.00 atau jam 04.00. Akhirnya semua jadi. Jadi kalau dihitung entah berapa biaya kongres ini.

Kita ini sebenarnya sedang perang. Kalau dulu perang untuk melawan penjajah. Sekarang kita ini juga berperang untuk mengusir pemborosan, pencurian uang rakyat, kemiskinan, kebodohan, kebohongan itu harus diperangi bersama. 

Sejak saya jadi bupati saya bikin lampu terang menembak ke atas agar rakyat bisa menikmati terang. Untuk menikmati hal seperti itu tak harus menikmatinya di Jakarta. Kita ini kenapa yang sengsara-sengsara saja. Kalau saya ke Jakarta saya kagum karena tiang-tiang besar. Biaya membuat tiang besar itu bisa untuk buat tiga jembatan. Di Jakarta tak ada sungai tapi banyak jembatan dibikin besar-besar. Sementara di sini sungai panjang, banyak dan tak ada jembatan. Hati ini terus bergerak. 

Saya belajar banyak kalau jalan, listrik dan semua jaringan infrastruktur harus dinikmati rakyat. Cuma kita ini manusia biasa, saya tak bisa bicara kun fayakun. Listrik jadi maka jadilah terang.

Ketidakadilan di negeri ini susah dibuktikan tapi bisa kita rasakan. Ketidakadilan di Sumatera, Kalimantan, Papua dan belahan negeri lainnya. Konektivitas dan moda transportasi di negeri ini sangat berat. Orang Papua mau ke Halmahera susah sekali padahal dekat. Jadi kalau jauh dari ibukota itu makin gelap. Begitu jelasnya strata ketidakmerataan ekonomi di Indonesia ini.

DAVINA NEWS

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

Tentang DaVinaNews.com

Davinanews.com Diterbitkan oleh Da Vina Group Davinanews.com adalah situs berita dan opini yang memiliki keunggulan pada kecepatan, ketepatan, kelengkapan, pemilihan isu yang tepat, dan penyajian yang memperhatikan hukum positif dan asas kepatutan Davinanews.com memberikan kesempatan kepada para pembaca untuk berinteraksi. Pada setiap berita, pembaca bisa langsung memberikan tanggapan. Kami juga menyediakan topik-topik aktual bagi Anda untuk saling bertukar pandangan. Davinanews.com menerima opini pembaca dengan panjang maksimal 5.000 karakter. Lengkapi dengan foto dan profil singkat (beserta link blog pribadi Anda). Silakan kirim ke email: news.davina@gmail.com.