14 Tahun Tragedi Trisakti dan Mei, Presiden Dicap Membisu
Meski sudah 14 tahun setelah penembakan dan penyerangan mahasiswa Trisakti dan Tragedi Mei 1998, presiden dan pemerintahannya dicap masih bisu. Hingga saat ini tak satu pun pengusutan korban HAM yang sudah bisa memberikan keadilan bagi keluarga korban.
"Reformasi pada tahun ke-14 ini gagal memberikan keadilan karena kekuasaan hanya berkiblat pada kepentingan politik," kata Yati Andriyani, Kepala Divisi Pemantauan Impunita KontraS dalam konferensi pers di Jakarta, hari ini.
KontraS menilai meski Komnas HAM sudah memberikan rekomendasi penyelidikan terhadap kasus-kasus tersebut, namun Kejaksaan Agung terkesan menunjukkan penolakan untuk menindaklanjuti. Padahal, hasil penyelidikan Komnas HAM menyatakan ada pelanggaran HAM berat dalam kasus Trisakti dan Tragedi Mei 1998.
"Sikap Jaksa Agung mulai dari MA Rahman hingga Basrief Arief mengabaikan hasil penyelidikan Komnas HAM dan menciptakan ketidakpastian hukum yang berkepanjangan," tutur Yati
Adapun empat korban mahasiswa Trisakti yang keluarganya hingga kini meminta keadilan yaitu, Heri Hertanto, Hendriawan Sie, Hafidin Royan dan Elang Mulya Lesmana.
Dalam rilis yang dikeluarkan KontraS hari ini, mereka mengutip pernyataan ibunda Elang Mulya Lesmana yang berharap presiden mau menindaklanjuti penembakan itu.
"Saya masih mengharapkan pengadilan HAM adhoc bisa digelar untuk mengungkap kebenaran sejarah, penghargaan saja belum cukup," kata ibunda Elang itu.
Keempat mahasiswa korban tersebut sebelumnya memang mendapatkan gelar pahlawan reformasi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
KontraS juga berharap presiden bisa turun tangan mengatasi kemandekan antara Komnas HAM yang rekomendasinya tak ditindaklanjuti Kejaksaan Agung. "Presiden harusnya bisa mengkordinasikan untuk mengambil langkah solutif," imbuh Yati.