Anak Muda, Penjahat Sampai Pengusaha Mudah Dapatkan Senpi
Kasus penyalahgunaan senjata api (Senpi) oleh sipil kembali marak, belakangan ini. Kasus teranyar menjerat Iswahyudi Ashari, seorang pengusaha yang mengancam pelayan kafe dengan senpi.
Tak pelak, kasus itu kembali menyeret jajaran Polri. Pertanyaan besarnya, bagaimana seorang dengan psikologi dan mental belum teruji seperti Iswahyudi dapat diberi izin kepemilikan dan penggunaan senpi oleh Polri? Apakah ada permainan di balik izin senpi?
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane sempat memberi satu jawaban. Hasilnya cukup mencengangkan, yakni Polri diduga meraup untung dari setiap senjata yang dilempat ke sipil.
"Pajaknya sampai Rp1,5 juta per senjata api per tahunnya," kata Neta.
Pendapatan dari pajak senjata api, ujar Neta, masuk dalam Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). "PNBP itu bukan untuk pajak senjata ilegal. Tapi untuk senjata legal, satu senjata 1,5 juta per tahun. Tapi setelah mendapat senjata legal banyak pihak yang tidak memperpanjang izinnya. Ironisnya, polisi tidak menyita senjata itu. Sehingga, senjata itu menjadi ilegal karena sudah tidak memiliki ijin," ungkap Neta.
Kebijakan itulah yang memperbanyak jumlah senjata api liar di tangan masyarakat. Diperkirakan jumlah Senpi yang beredar saat ini mencapai 85 ribu.
Menelusuri dugaan IPW, Beritasatu.com pun mencoba menemui seorang sumber yang bermain dalam bisnis senjata api di Jakarta. Dan ia membenarkan bahwa ada permainan yang dilakukan polisi dalam izin senpi.
"Kalau ke saya, dengan Rp100 juta, klien sudah langsung memiliki senpi. Itu barang legal, dapat dari pabrikan. Tapi, ibarat bikin izin surat izin mengemudi (SIM) lewat jalur bawah saja. SIM aslinya dapat, tapi hanya ikut tes formalitas," paparnya.
Hanya saja, karena proses ini melalui jalur tidak resmi, maka si pemilik senpi baru hanya mendapatkan senpi dan surat-surat kepemilikan saja. "Dia dapat surat izin, tapi nama izinnya bukan atas nama dia. Harus balik nama lagi. Tapi klien kebanyakan tidak bermasalah dengan itu, sebab tujuannya utamanya untuk mendapatkan senjata api," terangnya.
Ia menambahkan bahwa klien kebanyakan berasal dari kalangan pengusaha. Mereka butuh senjata api untuk melindungi keamanan dirinya. "Kami biasanya menawarkan ke bos-bos perusahaan besar. Mereka itu kan banyak musuh dari akibat persaingan bisnis," paparnya.
Selain pengusaha, klien selanjutnya adalah perusahaan jasa keuangan. "Mereka beli senpi untuk melindungi anak buahnya yang membawa uang di jalanan," katanya
"Kalau lewat jalur resmi kan waktunya lama. Perusahaan banyak yang tidak sabar, jadi mereka kebanyakan lewat jalur formalitas seperti ini," sambungnya.
Senpi Ilegal
Selain menelusuri distribusi permainan senjata legal, Beritasatu.com pun mencoba menelusuri peredaran senpi ilegal di Indonesia.
Seorang sumber yang ditemui Beritasatu.com mengatakan bahwa penjualan dan jumlah senpi ilegal di Indonesia sangat banyak. "Hampir di setiap kota besar itu pasti ada mafia senpi ilegalnya," paparnya.
Senjata itu, ujarnya, umumnya didapat dari Afghanistan, Thailand dan China. "Dari negara-negara itu, senpi biasanya masuk dulu ke Aceh, dan disebar," ungkapnya.
Soal harga, senpi ilegal jauh lebih murah ketimbang senpi legal. "Kalau legal bisa ratusan juta, kalau ilegal jauh di bawah itu. Senpi rakitan bisa-lah di bawah Rp10 juta," terangnya.
Ia menambahkan, umumnya, para pembeli senpi ilegal adalah anak-anak muda yang berlakon sok jagoan. Mereka merasa lebih percaya diri dan disegani kerabatnya jika menenteng senjata api.
Tapi, selain itu, ia juga tak menampik bahwa senjata jualannya kerap digunakan untuk aksi kejahatan.
"Kalau untuk itu pasti ada. Apalagi, saya tak pernah tahu latar belakang klien saya," ujarnya.