Biaya Politik Tinggi, Dorong Kepala Daerah Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan biaya politik yang tinggi dalam pencalonan kepala daerah, akan mendorong pejabat melakukan korupsi.
"Ini artinya, biaya politik yang tinggi bisa memiliki potensi besar mendorong setiap calon kepala daerah yang terpilih, kemudian dipenjarakan setelah menduduki jabatannya karena melakukan korupsi untuk mengembalikan biaya politik itu," kata Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi, Handoyo Sudradjat, di Bandarlampung, Kamis (24/5).
Menurut dia, seharusnya para politikus dapat berpikir ulang untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah, jika tidak memiliki integritas yang baik.
"Sepatutnya berpikir ulang untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah, karena biaya pencalonan yang normal saja akan cukup mahal, dan tidak mungkin modal politik itu dapat kembali dalam hitungan lima tahun ke depan," tutur pejabat KPK itu.
Handoyo mengemukakan, bila hanya mengandalkan gaji sebagai kepala daerah yang hanya berkisar antara Rp20 juta sampai Rp60 juta, tidak mungkin bisa mengembalikan modal politik pencalonan sebelumnya.
Dicontohkan Handoyo, pencalonan kepala daerah di Yogyakarta, untuk biaya politik secara normal bisa mencapai Rp6 miliar. Padahal, pendapatan per bulan sekelas kepala daerah hanya berkisar Rp20 juta sampai Rp60 juta. Artinya, kata dia, pendapatan yang diperoleh itu belum bisa menutupi biaya modal pencalonan.
"Perlu dipikir ulang sebelum mencalonkan diri, sudah dibebankan dengan biaya besar, bagaimana bisa mendedikasikan diri secara optimal jika begitu menjabat langsung dibebankan pengembalian modal politik yang mahal sebelumnya," tandas dia.