Depresi Berat Bisa Sebabkan Tulang Keropos
Mengalami sejumlah tahap depresi berat ternyata berpengaruh dengan kerapuhan tulang, terutama pada lelaki, demikian menurut laporan yang dipublikasikan diAmerican Journal of Psychiatry.
Temuan ini mendukung sebuah teori yang menyatakan bahwa perubahan hormon yang berhubungan dengan depresi memiliki efek terhadap metabolisme pada tulang, menyebabkan tulang kehilangan kepadatannya yang disebut sebagai osteoroposis, dan meningkatkan risiko retak.
“Identifikasi depresi sebagai faktor risiko bagi osteoporosis, memiliki implikasi bagi kesehatan publik,” tulis Dr. Ulrich Schweiger dan koleganya di Max Planck Institute of Psychiatry di Munich, Jerman.
Menurut tim peneliti, depresi berat terjadi sekirat 5 persen hingga 10 persen dari populasi dan berkurangnya kepadatan tulang sekitar 10-15 persen kemungkinan berpengaruh pada bertambahnya kecelakaan karena sakit dan kematian karena retak tulang pada kelompok ini.
Untuk mengevaluasi hubungan antara depresi dan keroposnya tulang, para peneliti menggunakan Computed Tomography (CT) untuk mengevaluasi pasien depresi atas perubahan pada kepadatan tulang di lumbar vertebrae pertama hingga ketiga – yaitu tulang di bagian punggung bawah.
Partisipan penelitian ini terdiri dari 18 pasien yang minimal berusia 40 tahun dan pernah diopname dengan diagnosa depresi berat, dan 21 lelaki dan perempuan sehat sebagai subjek “kontrol” sebagai perbandingan.
Pada seluruh partisipan, minimun 24 bulan telah dilalui sejak pengukuran kepadatan awal dan tidak ada yang menjalani pengobatan untuk mencegah tulang keropos.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pasien dengan depresi berat mengalami kekurangan kepadatan tulang dan bertambah mengalami tulang keropos setelah periode lanjutan yang mencapai waktu dua tahun.
“Secara mengejutkan, lelaki memperlihatkan tulang keropos lebih besar daripada perempuan,” tulis Schweiger dan koleganya.
Para peneliti mengakui bahwa penelitian ini memiliki keterbatasan karena ukuran kelompok yang kelompok yang diteliti kecil dan yang disertakan hanya pasien yang pernah diopname.
Sebagai hasilnya, tingkat tulang keropos yang terdeteksi di riset ini tidak bisa dianggap sebagai representasi seluruh pasien dengan depresi berat.
Meski demikian, hasil penelitian ini menurut Dr. Francis M. Mondimore, asisten profesor ilmu psikiatri dan perilaku di Johns Hopkins University School of Medicine in Baltimore, Maryland, memiliki rekomendasi untuk diteliti lebih lanjut.
“Dengan kelompok penelitian yang begitu kecil, sangat sulit untuk menarik begitu banyak kesimpulan. Namun bagi mereka dengan depresi cukup serius hingga dirawat di rumah sakit, cenderung tidak makan dengan benar, dan biasanya sangat tidak aktif. Masalah dengan tulang keropos bisa dikarenakan kurang makan atau kurang olahraga,” ujar Mondimore.