Ilustrasi
Selama ini banyak orang yang menganggap, bahwa hipnosis lekat dengan unsur magis yang sering dipraktikkan untuk memperdayai orang untuk tujuan negatif. Hipnosis bisa bekerja bila orang yang diterapi memang menginginkan, sementara gendam dan sirep bekerja tanpa adanya kesepakatan tersebut.
Selama ini banyak orang yang menganggap, bahwa hipnosis lekat dengan unsur magis yang sering dipraktikkan untuk memperdayai orang untuk tujuan negatif.
Padahal praktik kejahatan itu, bukanlah hipnosis melainkan gendam dan sirep.
dr. Tubagus Erwin Kusuma SpKJ (K), psikiater dari Pro V clinic, Jakarta mengatakan, bahwa hipnosis adalah bagian dari ilmu kedokteran yang tidak bisa digunakan untuk tujuan negatif (kejahatan).
Hipnosis sendiri awalnya digunakan secara ilmiah oleh dokter asal Austria, dr Anton F Mesmer, tahun 1700-an
Hipnosis, kata Erwin, adalah pemberdayaan tenaga atau energi dari bawah sadar dengan mengistirahatkan energi dari jiwa sadar. “Direlaksasi hingga bawah sadarnya tampil. Setelah dinetralisir, barulah ditanamkan hal positif. “ imbuhnya kepada Beritasatu.com.
Pada hipnosis, pasien merupakan subjek dan si terapis hanya bertindak sebagai fasilitator. Terapis, memandu pasien bagaimana membangkitkan jiwa bawah sadar atau mengistirahatkan jiwa sadarnya menanamkan kata-kata positif.
Gendam dan Sirep itu Magnetisme
Berbeda dengan praktik penghilangan kesadaran sehingga seseorang mau menyerahkan hartanya, kata Erwin, lebih merupakan metode gendam atau sirep, yang merupakan bagian dari magnetisme.
“Jadi bukan hipnosis. Kalau hipnosis memandu agar orang bisa melakukan sendiri. Karena prinsip kedokteran adalah menolong pasien supaya dia bisa menolong dirinya sendiri,” tambah dokter yang menekuni kesehatan mental spiritual pada International Association of Spiritual Psychiatry dan World Spiritual University di Madhuban, India ini.
Hipnosis dan magnetisme, lanjut Erwin, memang sama-sama menggunakan gelombang elektromanetik dan energi pada tubuh manusia. Namun, keduanya memiliki perbedaan mendasar, walau terasa sangat tipis.
Pada hipnosis, salah satu pihak berlaku sebagai subjek. Dengan demikian bisa membangkitkan energinya sendiri untuk berbagai keperluan, misalnya penyembuhan. Hipnosis sendiri bisa bekerja bila orang tersebut menginginkannya.
Sementara, pada magnetisme, kata Erwin, orang yang dituju diperlakukan sebagai objek, tanpa terjalin kesepakatan. Metode ini bisa bekerja dengan menyedot energi objek. Akibatnya orang yang digendam atau disirep akan kehilangan banyak energi (kelelahan) seperti habis bekerja berat.
"Magnetisme tidak bisa digunakan untuk penyembuhan, dan hipnosis tidak bisa digunakan untuk kejahatan. Hipnosis hanya bisa digunakan untuk penyembuhan atau tujuan positif ," imbuhnya.
Gendam dan sirep itu sendiri, lanjut Erwin, bisa terjadi melalui telepon atau pesan singkat (SMS), karena penerimanya memiliki jiwa yang lemah dan takut, sehingga terjadi self-hypnosis. “Seperti orang yang takut pilek bila kehujanan. Dia akan pilek karena tubuhnya sudah memrogram atau merekam ketakutannya itu,” jelasnya merinci.
Sekadar Teknik, Bukan Magis
Jadi, baik gendam maupun sirep, sebenarnya sekadar teknik dan tidak berbau magis. “Magis hanyalah istilah bagi mereka yang tidak tahu tekniknya. Kalau sudah tahu, itu sebenarnya sekadar teknik,” jelas Erwin.
Orang tidak yang tidak tahu teknik kerjanya remote kontrol dan automatic door misalnya, bisa menganggapnya alat tersebut sebagai sesuatu yang magis menggunakan jin atau makhluk gaib lainnya, karena tidak tahu kerjanya energi sinar inframerah yang tak tampak.
Bila gendam dan sirep dilakukan untuk tujuan kejahatan, maka hipnosis dimanfaatkan untuk menyembuhkan keluhan yang terkait dengan rekaman-rekaman negatif bawah sadar atau penyakit seperti, penurunan daya tahan tubuh, ketergantungan narkoba, stresm vertigo, insomnia, nyeri yang muncul sebagai gejala penyakit seperti kanker, atau akibat operasi persalinan tanpa bius, dan masih banyak lagi.
Cara kerja hipnosis sendiri, kata Erwin, bisa dijelaskan secara rasional. Menurutnya, manusia pada dasarnya makhluk rohani (badan halus) yang berjasmani (badan kasar). Ibarat sebuah komputer, yang disentuh terapi hipnosis adalah piranti lunaknya, yakni jiwanya (badan halus). Bukan piranti keras atau badan jasmaninya.
Tugas hipnosis, lanjutnya, mengungkap rekaman-rekaman dalam alam bawah sadar (badan halus). membuang rekaman negatif, dan memasukkan yang positif.
Dalam pelatihan hipnoterapi, peserta akan diberi semacam bandul. Bandul ini, kata Erwin, dapat membuktikan bahwa pikiran orang yang bersangkutan bisa mengerakkannya. “Bila kita menginginkan bandul itu bergerak atau berputar, maka bandul itu akan bergerak sesuai keinginan pikiran kita,” jelasnya.
Harus Komunikatif dan Kooperatif
Erwin menambahkan, penyakit idealnya disembuhkan dengan dua pendekatan, secara psikis dan fisik. “Urusan tidak kasat mata menjadi target terapi hipnosis, urusan jasmani tugasnya dokter dengan obat meoderennya,” katanya.
Kalau terapi jasmani menggunakan obat, terapi hipnosis menngunakan metode rileksasi. Dalam hal ini pasien dibimbing supaya otot dan otaknya (pikirannya) benar-benar rileks (berada di gelombang alpha).
Dalam kondisi ini orang seperti tidur, tetapi masih sadar dan terjaga. Ketika orang berada dalam keadaan sangat rileks inilah, menjadi pintu masuk terapi hipnosis.
Dalam terapi hipnosisi, kata Erwin, seseorang harus aktif bertindak sebagai subjek. Ini sangat penting, karena keberhasilan terapi terhantung pada diri sendiri. “Kalaupun terapi ini dilakukan oleh orang lain, perannya cuma sebatas fasilisator,” imbuhnya.
Oleh karena itu, seseorang yang menjalankan hipnosis mesti memiliki kemauan, komunikatif, dan kooperatif.