Indonesia Dijuluki "Baby Smoker"
Jumlah anak-anak yang menjadi perokok aktif di Indonesia terus meningkat secara signifikan sejak tahun 2008 hingga sekarang. Hal tersebut diungkap Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (KNPA), Aris Merdeka Sirait, hari ini di Denpasar, Bali.
"Melihat realita kian besarnya anak-anak dengan usia semakin belia menjadi perokok aktif di Indonesia, sehingga negara kita juga mendapat julukan 'baby smoker'," ungkapnya saat lokakarya kerjasama AJI Denpasar dengan Lembaga Perlindungan Anak Bali.
Ditambah Aris, di China, yang merupakan negara pengkonsumsi rokok terbesar dunia, tidak ditemukan anak yang merokok. Menurut Aris, bisa terjadi karena pemerintah China melakukan kontrol ketat terhadap industri rokok.
Berdasarkan data yang dimilikinya dari 2008 hingga 2012 terdapat 239 ribu anak berusia di bawah 10 tahun di Indonesia yang menjadi perokok aktif.
"Sejak 2008 terlihat kecenderungan semakin muda usia anak-anak yang menjadi perokok aktif. Kebanyakan terjadi bukan pada daerah yang menjadi pusat industri rokok," jelasnya.
Seorang bocah di Sumatera Selatan berinisial AS, menjadi contoh Aris. Menurutnya, AS sudah mulai merokok sejak berusia 11 bulan. Kini, AS menghisap rokok merek tertentu hampir 40 batang per hari.
"Apabila tak diberi rokok, AS akan marah, mengamuk, sampai membenturkan kepala. Bocah ini merokok hingga berusia dua tahun, dan untunglah setelah kami bantu dengan terapi, akhirnya ia berhasil berhenti merokok," tuturnya.
Tidak hanya AS, menurut Aris, masih banyak bocah berusia dari dua tahun sudah mulai merokok dan akhirnya mengalami gangguan kesehatan akibat rokok.
Disebutnya, sebelum 2008, usia termuda penghisap rokok masih berkisar usia 10-14 tahun.
"Sementara sekarang anak yang berusia 10 hingga 14 tahun yang sudah menjadi perokok aktif jumlahnya mencapai 1,2 juta orang," paparnya.
Karena melihat realita kian kecilnya usia anak-anak yang sudah menjadi perokok aktif di Indonesia, ia kembali menunjuk julukan "baby smoker" oleh pihak luar kepada kita.
Sementara di Indonesia, lanjutnya, pemerintah tak membuat regulasi ketat untuk membendung hal itu.
Dikatakan, pemerintah justru mengizinkan produsen rokok untuk menyebarluaskan iklan produknya, yang nyata-nyata sangat ampuh menarik seseorang untuk menjadi pecandu rokok.
"Pemerintah seharusnya berkewajiban menjaga kesehatan masyarakat. Itu sebabnya kami menggunakan hak hukum masyarakat dengan mengajukan gugatan hukum perwakilan masyarakat akhir Mei ini," katanya.
Di Indonesia, kata Aris, dari data yang diungkap produsen rokok, perokok aktif sebanyak 89 juta orang.
"Kalau di antara jumlah perokok itu masing-masing memiliki satu orang anak, maka terdapat 89 juta anak Indonesia yang sudah menghisap asap rokok sebagai perokok pasif," ungkap Aris.