KPK Bantah Berencana Cegah Anas
KPK membantah berita yang beredar bahwa pihaknya berencana mencegah Ketum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum ke luar negeri.
Hal itu terkait, kasus dugaan korupsi pembangunan sport center di Hambalang yang saat ini masih dalam tahap penyelidikan di KPK. "KPK tidak ada rencana mencekal (Anas). Apalagi, setelah ada putusan MK soal UU Keimigrasian. Jika kasusnya di penyidikan pencegahan dilakukan tidak apa-apa," kata Jubir KPK Johan Budi SP, hari ini.
Seperti diketahui, MK mengabulkan permohonan uji materi Pasal 16 ayat (1) huruf b Undang-Undang 6/2011 tentang Keimigrasian. Sehingga, kata 'penyelidikan dan' dalam pasal 16 ayat 1 huruf b yang mengatur kewenangan Imigrasi melakukan pencegahan terhadap seseorang itu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.
Itu berarti, Imigrasi tidak dapat mencegah seseorang bepergian ke luar negeri untuk kepentingan penyelidikan. Sebelumnya, menurut informasi KPK berencana mencegah Anas pada pekan ini terkait penyelidikan kasus dugaan korupsi Hambalang.
Selain itu, menurut informasi KPK juga telah menjadwalkan pemeriksaan Anas dalam dua minggu ke depan. Walaupun, hal itu dibantah Johan Budi. "Sampai Senin (7/5) ini, saya belum mendapat jadwalnya," ujar Johan Budi saat dikonfirmasi.
Seperti diketahui, kasus dugaan korupsi Hambalang mencuat ketika terdakwa kasus suap Wisma Atlet M Nazaruddin buka suara. Di mana, mengatakan bahwa Anas Urbaningrum terlibat di dalamnya.
Dalam eksepsi (nota keberatan)-nya, Nazaruddin mengatakan, proyek itu semua atas perintah Anas. "Pada Mei 2009, terakhir kali saya bertemu Dirut PT Duta Graha Indah (DGI) Dudung Purwadi. Pada waktu itu, Dudung akan bertemu Anas. Dalam pertemuan itu, yang datang adalah Anas, Dudung, Manajer Marketing PT DGI Mohamad El Idris, dan saya. Pertemuan itu untuk membicarakan proyek Hambalang dan tidak ada yang lain," ujar Nazaruddin.
Kemudian, katanya, pada Desember 2009, dia dipanggil Anas dalam kapasitas sebagai Bendahara Fraksi Partai Demokrat di DPR. Selain Nazaruddin, tersangka lain kasus Wisma Atlet, Angelina Sondakh, juga dipanggil dalam kapasitas sebagai koordinator B anggar DPR.
Saat itu, Anas memerintahkan bertemu Menpora Andi Mallarangeng untuk membicarakan proyek Hambalang. Selanjutnya, pertemuan terealisasi di kantor Kempora yang dihadiri oleh Andi Mallarangeng, Ketua Komisi X DPR Mahyudin, Angelina Sondakh, dan Nazaruddin.
Dalam pertemuan tersebut, ujar Nazaruddin, disepakati bahwa Menpora dan Angelina, selaku koordinator Banggar, akan membuat anggaran khusus untuk proyek Hambalang. Sedangkan, persoalan teknis akan dibahas secara terinci antara Angie dan Sesmenpora Wafid Muharam.
"Pada Januari 2010, Anas memerintahkan saya untuk mempertemukan Angelina dan Rosa dalam rangka mengerjakan proyek Hambalang. Setelah itu, Angelina dan Rosa berkomunikasi langsung tanpa saya ketahui. Sebab, Rosa wajib melapor ke Anas," jelas Nazaruddin.
Dia juga mengaku, Anas memerintahkan dirinya untuk memanggil anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat Ignatius Mulyono pada Februari 2010. Tujuan pemanggilan itu agar Mulyono mengundang Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto. Joyo diharapkan bisa membantu Anas terkait sertifikat tanah Hambalang yang sudah dua tahun tidak selesai.
Peran Anas yang sangat penting juga terlihat dalam pengakuan Nazaruddin bahwa penentuan pemenang proyek Hambalang berada di tangan mantan anggota KPU itu. "Pada April 2010, Anas memutuskan bahwa yang menang proyek Hambalang adalah PT Adhi Karya dan bukan PT DGI. Sebab, menurut laporan Rosa, PT DGI tidak dapat membiayai biaya kongres PD yang membutuhkan dana Rp100 miliar," katanya.
Kemudian, lanjut Nazaruddin, Anas memerintahkan PT Adhi Karya untuk menyerahkan uang tersebut kepada Yulianis untuk di bawa ke Kongres Partai Demokrat di Bandung.