KPK Tolak Kompromi dengan Neneng
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan tegas menolak permintaan audiensi yang diajukan pengacara yang mengaku sebagai kuasa hukum tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Neneng Sri Wahyuni terkait pemulangan yang bersangkutan.
"Kami tidak akan merespon tawaran dari pihak Neneng maupun keluarga Nazaruddin. Jadi, kami tegas," kata Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas saat jumpa pers di kantor KPK, Jakarta, hari ini.
Menurut Busyro, surat permintaan audiensi ditolak karena bukan berasal dari pengacaranya Neneng atau yang bersangkutan, tetapi diajukan oleh pengacara Nazaruddin sehingga dinilai cacat hukum
Ditegaskan Busyro, penolakan dilakukan karena KPK tidak akan berkompromi dengan terdakwa, yaitu Muhammad Nazaruddin.
Sebelumnya, terdakwa Nazaruddin mengatakan bahwa istrinya, Neneng Sri Wahyuni akan kembali ke tanah air. Dengan catatan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mampu menjelaskan perihal penetapan Neneng sebagai tersangka.
Menurut Nazaruddin, kepulangan Neneng untuk menyelesaikan kasus hukum dan menjelaskan kasus tersebut dan juga untuk masa depan tiga anaknya yang masih kecil.
"Anak saya usianya lima tahun sudah layak sekolah. Saya pikirkan anak-anak bagaimana masa depannya," katanya, April lalu.
Kemudian, diketahui kuasa hukum Nazaruddin yang mengaku sebagai kuasa hukum Neneng mengirimkan surat permohonan audiensi dengan Pimpinan KPK terkait pemulangan Neneng.
Seperti diketahui, KPK pada awal Agustus 2011 telah menetapkan Neneng Sri Wahyuni sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pekerjaan Supervisi Pembangkit Listrik (PSPL) di Ditjen P2MKT Kemenakertrans tahun anggaran 2008.
Tetapi, penetapan tersangka tersebut sedikit terlambat karena yang bersangkutan sudah tidak diketahui keberadaannya. Sebab, pada tanggal 23 Mei 2011 diketahui meninggalkan Jakarta menuju Singapura bersama suaminya, Muhammad Nazaruddin.
Setelah itu, Neneng tidak diketahui lagi keberadaannya sampai akhirnya KPK mengirimkan red notice melalui Mabes Polri ke interpol, sehingga menjadi buronan internasional.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk terdakwa Timas Ginting dikatakan Nazaruddin dan Neneng menikmati uang sebesar Rp 2,7 miliar melalui PT Alfindo Nuratama selaku perusahaan pemenang pembangunan PLTS Rp 8,9 miliar. PT Alfindo diketahui milik Nazaruddin dan Neneng.