KPU Minta Cagub DKI 1 Gunakan Politik Santun
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI Jakarta meminta seluruh kader bakal calon Gubernur DKI tidak menyudutkan para pesaingnya. Pasalnya, dalam aturan kampanye telah ditegaskan larangan menghasut, menyebarkan kebencian, fitnah, menyebabkan kerusuhan, menyinggung Sara, mempersoalkan NKRI dan Pancasila.
Pernyataan tegas itu dilakukan dalam menanggapi selebaran yang menyudutkan bakal calon gubernur yang diusung PDI Perjuangan, Joko Widodo (Jokowi).
"Lebih baik setiap para bakal calon ini berkompetisi dengan program visi dan misi daripada berkompetisi dengan membangun image buruk tentang kompetitor," Ketua Pokja Pencalonan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI Jakarta, Jamaluddin di Jakarta, Selasa (8/5).
Meski begitu, terangnya, selebaran miring terhadap Jokowi itu, belum bisa dikategorikan kampanye negatif, karena belum memasuki musim kampanye. Dan belum ada penetapan calon yang sah.
"Tapi itu sebagai gerakan politik mungkin saja. Tinggal Panwaslu saja, apakah ada unsur pidana pemilu disitu?" Kata Jamaluddin.
Bila Panwaslu belum menemukan adanya pidana pemilu, kegiatan menyebarkan selebaran tersebut bisa dikategorikan pidana umum, dan pidana biasa. Pasal yang disangkakan bisa perbuatan menyebarkan fitnah, pencemaran nama baik, menimbulkan perbuatan tidak menyenangkan, dan lainnya.
Dengan demikian hal ini bisa diproses. Meski demikian, KPU, menurut Jamaluddin, tidak memasuki wilayah tersebut, karena secara hukum diakuinya lemah. "Tapi bukan berarti pelakunya tidak bisa dibuat jera," ucapnya.
Kampanye negatif kepada pasangan bakal calon gubernur yang diusung PDIP dan Gerindra, Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama terus terjadi. Setelah ditemukannya poster yang berisi kegagalan Joko Widodo memimpin Solo, di daerah Pejaten, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu, pada Senin (7/5) sejumlah orang yang mengaku dari Gerakan Muda Peduli Jakarta (GMPJ) melakukan aksi demonstrasi menolak pencalonan Jokowi di Bundaran HI.
Dalam selebaran pernyataan sikap yang dibagikan, dengan mengutip sumber dari dunia maya, mereka menolak pencalonan Jokowi karena masih banyaknya permasalahan di Solo yang belum teratasi. Di antaranya, mobil esemka, korupsi, masalah banjir, meningkatnya penduduk miskin, dan sampah .
Selain Jokowi, bakal calon gubernur yang diusung koalisi Golkar-PDS-PPP, Alex Noerdin juga menjadi target demonstrasi ini. Dengan selebaran yang sama GMPJ, menyoalkan keterkaitan Alex Noerdin dengan kasus pembangunan wisma atlet di Palembang, dan persoalan pribadinya.
Di hari yang sama, seorang bernama Amrullah mendatangi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI Jakarta dengan membawa beberapa dokumen. Kepada Ketua Pokja KPU Provinsi DKI, Jamaluddin, Amrullah menyatakan Jokowi dan Alex Noerdin tidak berhak mengikuti Pilkada DKI Jakarta. Hal itu menurutnya, sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan uji materi terhadap UU No 32/2004 tentang pemerintahan daerah dan UU No 12 tahun 2008 tentang perubahan kedua atas UU No 32 tahun 2004 yang diajukan oleh Sjahroedin hanya berlaku sebagian.
"Keputusan MK ini hanya membatalkan pasal 58 huruf (q) dari Pasal 58 UU No 12/2008 dan UU No 32/2004. Isinya itu, mengundurkan diri sejak pendaftaran bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang masih menduduki jabatannya," kata Amrullah.
Menanggapi hal ini, Jamaluddin mengatakan pihaknya akan mempelajari hal tersebut. Dikatakan, masalah ini sangat mendalam, dengan konsekuensi yang sangat luas. “Walaupun ini kajian hukum, tapi konsekuensinya politik. Hukum dan politik itu kan adik-kakak,” katanya.
Meski demikian di dalam aturan KPU sendiri, seseorang yang masih menjabat tidak dilarang untuk mencalonkan di daerah lain. Pihaknya hanya menjalankan aturan yang telah ditetapkan. Selama pengadu tidak bisa membuktikan ke Mahkamah Konstitusi atau instansi lain yang menyatakan bahwa, calon yang sedang menjabat tidak boleh menjabat di tempat lain, sebelum masa jabatannya berakhir, maka KPU tetap menjalankan aturan sebelumnya.
"Tapi semua harus dilakukan kajian yang dalam, tidak bisa sembarangan, dan KPU secara aturan sudah benar, artinya tidak ada larangan bagi siapapun calon yang sedang menjabat," katanya.
Dituturkan, hal itu karena dalam UU, baik UU 32/2004 dan revisi, yakni UU 12/2008 maupun dalam peraturan KPU no 13, dan petunjuk teknis pendaftaran calon dinyatakan, yang menjadi calon adalah Warga Negara Indonesia, sementara pemilih adalah warga DKI Jakarta.