Kronologis Penyerangan Jemaat HKBP Filadelfia
Intimidasi terhadap jemaat Gereja HKBP Filadelfia di Bekasi, Jawa Barat terjadi lagi pada hari ini. Jemaat dilempari kotoran dan diancam ketika hendak menuju lokasi gereja untuk beribadah merayakan Hari Kenaikan Yesus Kristus.
Kuasa hukum jemaat Filadelfia, Judianto Simanjuntak, mengatakan bahwa intimidasi yang berupa pelemparan air kotor, urin dan bahkan katak dilakukan terjadi sekitar 300 meter dari lokasi gereja saat jemaah berdatangan menuju gereja untuk memulai ibadah yang telah dijadwalkan akan mulai jam 9 pagi.
“Jemaah yang mulai berdatangan dan menuju gereja dihalangi oleh sekelompok masa anti toleransi, padahal ini adalah jalan umum, sehingga warga lain, bukan hanya jemaah yang mau ibadah pun terhalang dan harus mencari jalan putar,” kata Judianto ketika dihubungi, hari ini.
Judianto menuturkan bahwa jemaah yang berkumpul di lokasi penghadangan itu lalu mencoba untuk bernegosiasi dengan aparat polisi yang juga sudah ada dan berjaga-jaga di lokasi. “Pada saat negosiasi ini pun kami sudah mulai dilempari macam-macam,” ujarnya.
Karena negosiasi yang dipimpin oleh Pendeta Palti Panjaitan gagal mencapai kesepakatan, Judianto mengatakan bahwa pendeta lalu meminta agar jemaah yang berjumlah sekitar 100 orang untuk duduk sebentar dan mendengarkan pengarahan darinya.
“Saat mau duduk, massa mengira kami mau melakukan ibadah dan saat itulah massa mulai merangsek akan menyerang kami dan mencoba menerobos penjagaan polisi,” ujar Judianto.
Judianto mengatakan Pendeta Palti sebenarnya hanya akan memberikan pengarahan pada jemaahnya untuk berdoa sebentar dan meminta mereka untuk pulang.
Dijelaskannya, polisi dapat mengamankan situasi sehingga tidak terjadi bentrokan fisik antara jemaah gereja dan massa yang diduga berasal dari kelompok Muslim garis keras dan diperkirakan berjumlah 600 orang.
Ketika situasi berhasil diamankan, pihak kepolisian menemui Palti. Namun, polisi malah menyalahkan jemaah gereja yang telah menempatkan polisi pada posisi bertentangan dengan masyarakat.
Keberadaan gereja di Desa Jejalen Jaya, Tambun, Bekasi ini masih terus menjadi kontroversi. Pada tahun 2009, gereja ini disegel pemerintah kabupaten Bekasi dengan alasan izin pendirian gereja tidak sah.
Dua tahun kemudian, Mahkamah Agung mengeluarkan keputusan yang membatalkan keputusan pemerintah setempat serta menyatakan gereja mempunyai izin pembangunan yang sah. Namun, keputusan MA ini ditolak Pemerintah Bekasi.