Pacu Daya Saing Jateng
Hj Novita Wijayanti SE MM. FOTO: Wahyu/Davinanews.com |
Kebangkitan nasional pada era itu memiliki makna bangkitnya semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme untuk memperjuangkan kemerdekaan.
Sebuah cita-cita yang kemudian dipertegas dalam momentum Soempah Pemoeda 1928. Seiring dengan dinamika waktu dan perkembangan persoalan kebangsaan saat ini, kebangkitan nasional perlu mendapat pemaknaan ulang, dikaitkan dengan konteks kekinian.
Pendiri bangsa ini telah memberikan acuan atas tujuan bernegara sebagaimana dalam Pembukaan UUD 1945. Ketika tujuan bernegara itu belum secara optimal terwujud, atau bahkan melenceng dari tujuannya, semangat kebangkitan nasional berarti semangat untuk kembali membangun bangsa sesuai dengan tujuan bernegara.
Kebangkitan nasional saat ini adalah semangat membangun bangsa sesuai dengan konsep ideal. Dalam level lokal berarti semangat membangun daerah sesuai dengan potensi dan persoalan yang dimiliki mengingat sistem desentralisasi memberi kewenangan sekaligus tanggung jawab lebih besar kepada daerah.
Denis Goulet dalam Development Ethics, a Guide to Theory and Practices memandang pembangunan sebagai proses multidimensional yang menyebabkan perubahan besar dalam struktur sosial, kelembagaan, pertumbuhan ekonomi, penurunan tingkat ketimpangan, dan penurunan tingkat kemiskinan.
Pembangunan berintikan tiga aspek. Pertama; kehidupan yang layak sandang, papan, pangan, pendidikan, dan kesehatan. Dibandingkan dengan kondisi masyarakat pada awal kemerdekaan, pembangunan kita mampu membawa ke kondisi yang lebih baik. Namun dalam komparasi dengan bangsa-bangsa lain kita perlu kembali menengok kondisi itu.
Pelayanan pendidikan dan kesehatan belum sepenuhnya bisa diakses oleh masyarakat secara mudah, murah, dan berkualitas. Pada level pembangunan antardaerah, kesenjangan pelayanan pendidikan dan kesehatan belum sepenuhnya bisa diperoleh masyarakat. Ada rentang kualitas indeks pembangunan manusia (IPM) yang cukup lebar antar satu daerah dan daerah lainnya.
Membangun Jateng
Indeks pembangunan manusia Indonesia berada di peringkat ke-124 dari 187 negara. Di ASEAN kita tertinggal dari Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Kita hanya unggul jika dibandingkan dengan Vietnam, Laos, Kamboja, dan Myanmar.
Dalam aspek ini, kebangkitan nasional kemudian bermakna semangat untuk bangkit mengejar ketertinggalan, baik pada level lokal, regional, maupun internasional. Bahwa pembangunan untuk kehidupan yang layak masih perlu kita tingkatkan.
Kedua; harga diri, yaitu orang tidak merasa tercabut dari akarnya, atau masih memiliki identitas dengan jati diri dan budayanya. Sistem pembangunan kita selama ini kurang mampu membangun self esteem yang kuat. Krisis identitas, melunturnya budaya bangsa, meredupnya nilai-nilai kearifan lokal adalah bukti dari hal tersebut.
Dalam aspek budaya misalnya, kegotongroyongan yang menjadi salah satu identitas kita mulai luntur, sementara pada saat yang sama semangat individualisme dan egoisme lebih mengemuka. Self esteem bukan berarti antibudaya luar melainkan bagaimana kita memiliki jati diri kuat sebagai bangsa di tengah gempuran budaya asing. Kebangkitan nasional kemudian bermakna perlunya memperkuat jati diri sebagai satu kesatuan masyarakat Indonesia.
Ketiga; kebebasan dari perhambaan. Pembangunan idealnya mampu melepaskan diri dari ketergantungan, menjadi makin mandiri. Kebangkitan dalam aspek ini adalah bangkit untuk makin mandiri, melepaskan ketergantungan dari bangsa lain menuju bangsa yang lebih bermartabat. Kebangkitan nasional dalam level daerah, berarti membangun Jateng supaya lebih mandiri dan berdaya saing tinggi.
Penulis: Hj Novita Wijayanti SE MM
Ketua Komisi C DPRD Jawa Tengah, Ketua DPD KNPI Jawa Tengah