SMC: Sendi Berbangsa dan Bernegara sudah Hancur
Ketua Dewan Direktur Sabang-Merauke Circle (SMC) Syahganda Nainggolan, mengatakan persoalan kebangsaan yang kini berkembang luas dengan segala tingkat ‘kekacauannya' dirasakan semakin memprihatinkan, baik dalam tatanan kemasyarakatan maupun tata kelola kenegaraan.
Karena itu bila tidak diatasi secara kolektif dikhawatirkan akan mengarah pada penghancuran sendi-sendi berbangsa ataupun bernegara.
Syahganda menerangkan, saat ini di mana-mana terjadi kemelut sosial dan penyelenggaraan aspek bernegara ataupun pemerintahan terjadi dengan cara menyedihkan, sehingga bila tidak disadari semua pihak untuk cepat mengatasinya akan berpotensi melahirkan ketidaktertiban.
"Bahkan tidak tertutup kemungkinan membuat buram sejarah bangsa yang dapat merugikan generasi berikut," jelas Syahganda dalam keterangan pers yang diterima Beritasatu.com di Jakarta, Senin (7/5).
Ia menilai, kewibawaan penyelenggara negara dalam membangun tertib sosial, penegakkan hukum, kemartabatan politik, serta terkait upaya memajukan perekonomian rakyat justru menunjukkan kerapuhan sejak di tingkat pemerintah pusat hingga daerah.
Fenomena itu, kata Syahganda, harus dihentikan dengan mengedepankan kesadaran dan tindakan kolektif khususnya di kalangan pemimpin bangsa, untuk mengupayakan jalan keluar sekaligus menuntaskannya.
"Inilah ujian terberat yang harus dipikul oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) beserta para pemuka bangsa lainnya, yang dituntut bertindak secara cepat dan tegas demi menyelamatkan kehormatan bangsa serta negara," ujarnya.
Syahganda juga mengharapkan Presiden Yudhoyono tampil dengan cekatan agar tidak selalu terkesan ragu-ragu dalam membuat langkah-langkah yang diperlukan.
"Sikap tanggap dan langkah yang membumi dari Presiden SBY akan membuatnya terhormat setelah mengakhiri tugas memimpin pemerintahan atau negara," imbuhnya.
Ia selanjutnya mengusulkan, Presiden SBY selayaknya pula melibatkan para pemuka nasional guna menghasilkan percepatan langkah pemulihan kondisi sosial bangsa ke arah yang didambakan.
Menurutnya, keadaan bangsa boleh dikatakan sedang menjerit karena terus berlangsungnya kekisruhan yang tergolong ‘akut', antara lain sejumlah bentrokan sosial yang gampang tersulut di samping menguatnya rasa saling curiga antarkelompok, ketidaknyamanan hidup secara ekonomi, serta pudarnya wibawa aparat.
"Yang lebih parah adalah fenomena kebencian di antara anak bangsa, untuk kemudian diwujudkan dalam bentuk saling mengusir atau menyerang, termasuk bentuk-bentuk pembakaran kantor pemerintahan," katanya.
SMC mencontohkan kasus horizontal yang mencuat ke publik yakni di Solo (Jawa Tengah), Palangkaraya (Kalteng), Mesuji (Lampung), Bima (Nusa Tenggara Barat), Tolikara (Papua Barat), dan sebagainya.
Kepala Negara, pinta Syahganda, jelas tidak perlu lagi mendiamkan kondisi ini menjadi malapetaka bangsa yang luar biasa, kecuali bertindak langsung untuk menjaga kehormatannya sendiri di depan rakyat.