Indonesia Perlu Pemikiran Progresif Perbaiki Bangsa
Bangsa Indonesia memerlukan pemikiran progresif untuk menghadapi dan memperbaiki realita persoalan keretakan hidup berbangsa dan bernegara saat ini.
"Inilah yang dibutuhkan, revolusi kebudayaan dan cara pandang mengelola bangsa ini harus dimulai dengan menciptakan habitus baru dalam berperilaku," kata Sekretaris Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan (HAK) Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Benny Susetyo di Jakarta, hariini.
Romo Benny menyampaikan hal ini mengulangi paparannya pada Seminar Dialog Kerukunan Umat Beragama di Ende, Flores Jumat (1/6). Menurutnya, bangsa Indonesia memiliki tugas demikian berat dalam situasi sulit ini dan berharap agar para penyelenggara secepatnya menyelamatkan upaya pendangkalan kebangsaan dan pemasungan toleransi yang secara sistematik telah merasuki masyarakat.
"Negara harus mengambil langkah-langkah guna menyelamatkan kebhinekaan dan janji kebangsaan yang tertuang dalam Pancasila serta Konstitusi Republik Indonesia," katanya.
Dikatakan Romo Benny, sudah saatnya empat pilar bangsa ini yaitu Pancasila, Undang Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika kembali dijadikan acuan hidup bersama dalam menata bangsa.
"Empat pilar itu sudah tidak boleh hanya dijadikan slogan. Tetapi bagaimana dijadikan kebijakan politik untuk mencapai kesejahteraan dengan menata keadaban politik lewat kebijakan politik memperjuangkan nilai Pancasila kemanusiaan dan keadilan, sehingga dengan sendirinya negara kesatuan akan terjaga," katanya.
Menurutnya, ideologi Pancasila tidak pernah dijadikan acuan kebijakan publik, sehingga orientasi bangsa tersandera perselingkuhan negara dan pasar. Sementara fungsi silang negara, pasar dan warga tidak berjalan seimbang dan berakibat negeri kehilangan keadaban publik.
"Ini membuat bangsa terpuruk dalam jurang kehancuran sempurna," katanya.
Sedangkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, meskipun diakui kebutuhannya tapi praktik di lapangan tak seindah dan semudah pengucapan slogan itu, karena masih banyak persoalan keagamaan di Indonesia yang menghantui dan menghambat terwujudnya solidaritas, soliditas dan toleransi antarumat beragama di Indonesia.
Sementara itu, Ketua umum Gerakan Pemuda Ansor Nusron Wahid dalam paparannya pada seminar yang sama menyatakan, komitmen NU untuk menjaga dan merawat Pancasila, sebagai suatu kesepakatan dasar berdirinya negara Republik Indonesia, karena Indonesia bukan negara agama, tetapi negara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Menurutnya, banyak kenyataan hidup berbangsa dan bernegara yang menjadi masalah dan sangat menggelisahkan saat ini yang menunjukkan bahwa banyak produk UU dan Perda yang bertentangan dengan UUD dan Pancasila sebagai landasan filosofis hidup bernegara.
Hal ini, menurutnya, terjadi karena rendahnya komitmen dari banyak warga bangsa untuk mengakui dan menghidupi nilai-nilai Pancasila.