Neneng, Ditangkap atau Menyerah?
Tersangka kasus korupsi proyek Pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Neneng Sri Wahyuni, akhirnya tertangkap, Rabu (13/6), setelah hampir satu tahun menjadi buronan internasional.
Neneng, yang merupakan istri terpidana kasus suap wisma atlet Muhammad Nazaruddin ditangkap di kediamannya, di Pejaten, Jakarta Selatan. KPK, mengklaim bahwa merekalah yang menangkap salah satu buronan kelas kakap itu.
Bersama Neneng, KPK juga menangkap dua pria berkewarganegaraan Malaysia. Keduanya diduga sebagai orang yang membantu Neneng dalam pelarian.
Guna mempertegas penangkapan tersebut, Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengungkap fakta bahwa pihaknya telah membuntuti Neneng sejak di Batam.
"Neneng pulang dari Batam ke Indonesia. Ditangkap di Jakarta," kata Busyro.
Penegasan serupa juga dilontarkan Ketua KPK Abraham Samad. Dalam jumpa pers, Samad menegaskan bahwa pihaknya susah payah menangkap Neneng.
Dijelaskannya bahwa perburuan terhadap Neneng telah dilakukan berbulan-bulan. "Bahkan, petugas KPK sampai meninggalkan keluarga," tandasnya.
"Ini harus di-clear-kan bahwa KPK telah melakukan penangkapan terhadap Neneng, jadi clear ya," ucap Samad.
Usai Samad, Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto juga buka suara ihwal Neneng. "KPK beserta jajarannya hendak mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada masyarakat yang memberikan informasi otentik dan genuine," katanya.
"Kami juga mengapresiasi yang sebesar-besarnya kepada Kapolri, khususnya Kabareskrim, karena proses penangkapan ini merupakan kerjasama antara KPK dan Kabareskrim," tandas BW, sapaan akrab wakil ketua KPK itu.
Namun, pernyataan mengejutkan justru dilontarkan pihak Interpol Mabes Polri. Mereka mengaku tak tahu soal penangkapan Neneng.
"Kami tidak tahu apa KPK benar menangkap Neneng. Kami masih berkoordinasi dengan jaringan kami di Malaysia. Sebab, kabar terakhir, Neneng berada di Malaysia," kata Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Pol Boy Salamudin.
"Jika KPK mengaku bahwa mereka telah menangkapnya, ya silakan saja, itu hak mereka," tandasnya.
Tugas interpol, lanjut Boy, hanya memfasilitasi. "Kami sudah berusaha memberikan yang terbaik dalam mengeluarkan info-info penting," paparnya.
Tak Ditangkap Tapi Menyerah
Dihubungi terpisah, Junimart Girsang, pengacara Neneng menegaskan bahwa kliennya menyerahkan diri, bukan dibekuk KPK.
"Beliau kembali ke Indonesia, artinya ia menyerahkan diri. Tidak, ia tidak ditangkap tapi menyerahkan diri," tegas Junimart.
Menurutnya, Neneng menyerahkan diri atas inisiatif sendiri. "Neneng pulang ke Indonesia atas inisiatif sendiri dari Malaysia," kata Junimart.
Bahkan, ungkap Junimart, Neneng sudah berada di Indonesia sejak Rabu (13/6) pukul 10.30 WIB.
Karena telah menyerahkan diri, ujar Junimart, pihaknya meminta agar Neneng diberikan kenyamanan, supaya tidak tertekan.
"Sejak dua bulan lalu kami sudah sampaikan surat ke KPK, agar ketika beliau datang diberikan kenyamanan. Supaya tidak tertekan, sehingga dirinya siap ketika diperiksa KPK," tambahnya.
Ketika ditanya, apakah kenyamanan yang dimaksud adalah meminta status tahanan rumah, Junimart enggan berkomentar banyak. "Ya tadi, kami sudah mengajukan surat dua bulan lalu," tandasnya.
Hal senada dikatakan, kuasa hukum Nazaruddin lainnya, Rufinus Hutauruk. Menurut Rufinus, kepulangan Neneng akibat ada kesepakatan dengan KPK, sejak dua bulan lalu.
"Beliau (Neneng) ini kan masuk daftar pencarian orang. Jadi, konsekuensi jika dia kembali akan diawasi. Karena itu, konsekuensi kita ambil. Yang penting kita ingin yang bersangkutan bisa berhadapan dengan hukum sebagaiamana yang tentukan," kata Rufinus.
Seperti diketahui, pada awal Agustus 2011, KPK telah menetapkan Neneng sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan PLTS dan Pekerjaan Supervisi Pembangkit Listrik (PSPL) di Ditjen P2MKT Kemenakertrans T.A 2008.
Tetapi, penetapan tersangka tersebut sedikit terlambat, karena Neneng menghilang. Pada 23 Mei 2011 Neneng diketahui meninggalkan Jakarta menuju Singapura bersama suaminya, Muhammad Nazaruddin.
Setelah itu, Neneng tidak diketahui lagi keberadaannya, sampai akhirnya KPK mengirimkan red notice melalui Mabes Polri ke interpol. Sehingga, Neneng menjadi buronan internasional.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk terdakwa Timas Ginting dikatakan Nazaruddin dan Neneng menikmati uang sebesar Rp2,7 miliar melalui PT Alfindo Nuratama selaku perusahaan pemenang pembangunan PLTS senilai Rp8,9 miliar.
Sebab, menurut jaksa Malino, PT Alfindo diketahui milik Nazaruddin dan Neneng. Sehingga, atas subkontrak pengadaan pembangunan PLTS ke PT Sundaya Indonesia, Alfindo diuntungkan Rp2,7 miliar.