Gubernur Yogyakarta Tidak Dipilih
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya menyetujui Undang-Undang Keistimewaan Daerah Indonesia Yogyakarta (DIY), gubernur Yogyakarta ditetapkan bukan dipilih melalui pemilihan kepala daerah (pilkada).
Poin penetapan atau pemilihan merupakan poin penting yang menjadi perdebatan dalam undang-undang tersebut.
"Penetapan sudah tidak ada masalah justru karena keistimewaan maka Sultan Hamengkubuwono dan Paku Alam yang bertahta dan tidak akan ada pemilihan," kata Ketua Komisi X, Agun Gunandjar Sudarsa di Parlemen usai rapat dengan Dirjen Otonomi Daerah (Otda), Kamis (5/7).
Meski Rancangan Undang-Undang (RUU) Keistimewaan DIY kata dia tidak bisa dirampungkan dalam masa sidang ini, namun sudah tidak ada substansi yang harus diperdebatkan. Hanya kata Agun, administrasi untuk mengundangkan RUU ini membutuhkan waktu paling tidak 35 hari.
Kata dia, meskipun gubernur Yogyakarta tidak dipilih, ada substansi yang lebih maju. Yakni, baik Sultan maupun Paku Alam sebagai calon gubernur dan wakil gubernur harus memenuhi syarat-syarat administrasi.
"Yang juga sangat maju syarat untuk menjadi gubernur sama dengan persyaratan dengan gubernur di propinsi-propinsi lain," kata dia lagi.
Sebelumnya dalam rapat yang sama, Dirjen Otda, Djohermansyah Djohan menyampaikan prinsip-prinsip pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur. Yaitu, Hamengkubuwono bertahta menjadi calon gubernur, Paku Alam calon wakil gubenur.
"Tidak ada selain itu menjadi calon, yang enggak bertahta pun Hamengkubuwono atau Paku Alam enggak bisa," kata Djohermansyah.
Selanjutnya, jika Hamengkubuwonodan Paku Alam bertahta maka harus bersedia memenuhi syarat. DPRD melakukan verifikasi persyaratan yang mana persyaratan diambil dari Undang-Undang Pemda, dan sebagian dimasukkan dalam RUUK DIY.