KA Bandara Beroperasi 2014
PT Kereta Api Indonesia (KAI) menargetkan pengembangan angkutan Kereta Api (KA) Bandara Soekarno Hatta (Soeta) dapat selesai akhir 2013 dan dioperasikan pada awal 2014. Hingga saat ini, berbagai persiapan tengah dilakukan, termasuk penataan spur dan stasiun yang berada di Batuceper dan Tanah Tinggi, Tangerang.
Direktur Utama PT KAI (Persero) Ignatius Jonan menjelaskan, dalam pengoperasian KA Bandara Soeta pada awal 2014 mendatang, tarif atau biaya perjalanan penumpang diperkirakan mencapai Rp70.000. Besaran tarif tersebut dihitung berdasarkan nilai keekonomisan dan besarnya investasi yang dikeluarkan. Berdasarkan Perpres No 83 Tahun 2011 tentang penugasan kepada PT KAI untuk menyelenggarakan prasarana dan sarana KA Bandara Soeta, pembiayaan pengembangan jalur tersebut tidak bersumber dari APBN atau APBD. Artinya, dalam proyek yang menghabiskan total investasi mencapai Rp2,5 triliun ini, pembiayaan pembangunan sepenuhnya diserahkan kepada PT KAI.
"Pengembangan KA Bandara diperkirakan dapat selesai pada akhir 2013. Besaran tarif sekitar Rp70.000 dan akan terintegrasi dengan jalur seluruh jalur KA Jabodetabek," kata Jonan dalam seminar "Peningkatan Keandalan Sistem Persinyalan Perkeretaapian Di Jabodetabek", Kamis (5/7) kemarin di Jakarta.
Berdasarkan konsep awalnya, jalur KA Bandara Soeta sebagian besar akan menggunakan jalur eksisting KRL antara Stasiun Manggarai-Tanah Tinggi. Berturut-turut, KA Bandara akan melintas di jalur Tanah Tinggi-Batuceper-Kalideres-Durikosambi-Bojongindah-Rawabuaya-Kembangan-Pesing-Grogol-Duri-Tanahabang-Sudirman, dan Manggarai. Pembebasan Lahan Khusus jalur yang menghubungkan antara Stasiun Tanah Tinggi-Bandara Soeta, PT KAI melakukan pembangunan jaringan trek atau rel baru sepanjang 6,5 kilometer. Khusus jalur sambungan baru Stasiun Tanah Tinggi-Bandara Soeta, pembebasan lahan tengah dilakukan.
Untuk trek ataupun jalur baru yang akan menghubungkan Stasiun Tanah Tinggi-Bandara Soeta, Jonan menolak memberikan perincian lokasi jalur mana saja yang akan dilewati, dengan alasan saat ini tengah dilakukan pembebasan lahan. Bila masyarakat menyadari di sekitar lokasi tersebut akan dibebaskan untuk pengembangan jalur KA, maka harga akan semakin tidak terkendali. Ditambahkan, karena sebagian besar menggunakan kapasitas lintas jalur KRL, setiap hari PT KAI hanya bisa mengoperasikan sekitar 32 rangkaian KA bandara. Perhitungan tersebut didapatkan berdasarkan kapasitas lintas jalur yang tersedia (Manggarai-Tanah Tinggi) hanya 96 KA per hari dan sudah digunakan untuk perjalanan Commuter Line sebesar 64 KA per hari, sehingga untuk KA bandara hanya tersisa 32 KA per hari.
Menurut Jonan, untuk mendukung peningkatan pelayanan perkeretaapian, pihaknya juga merevitalisasi empat stasiun besar yakni Stasiun Jurangmangu, Rawabuntu, Duri, dan Sudimara. Ke depan, PT KAI juga berharap dukungan dari pemerintah pusat dan daerah dalam hal pengurangan perlintasan sebidang, penataan area sekitar stasiun, hingga koordinasi antarmoda. Pakar Transportasi Perkeretaapian sekaligus Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI) Suyono Dikun menjelaskan, saat ini sistem transportasi di Jabodetabek tengah mengalami ancaman yang cukup serius. Akan terjadi total great lock akibat pembangunan infrastruktur berbasis jalan raya tidak diimbangi dengan pembangunan infrastruktur berbasis rel.
“Harus dipikirkan suatu sarana angkutan publik yang bisa diandalkan agar tidak mengalami yang namanya total great lock. Jaringan jalan tidak akan mampu mengakomodir kebutuhan transportasi ibukota,” kata Suyono.
Menurutnya, Jabodetabek saat ini seharusnya sudah bisa lebih dilayani dengan jaringan rel. Ke depan, pemerintah harus lebih serius lakukan pembangunan ke arah perkeretaapian karena selama ini angkutan massal berbasis rel tersebut seolah tidak punya interaksi terhadap pertumbuhan ekonomi. Bila dibandingkan pengembangan sarana transportasi massal berbasis jalan, dalam pengembangan sarana transportasi massal berbasis rel, pemerintah hanya mengalokasikan sebagian kecil anggarannya.
Untuk pembangunan dan pengembangan jalan raya, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar 85 persen atau sekitar Rp 30 triliun per tahun dan 8 persen atau sekitar Rp 14 triliun untuk pembangunan transportasi pelabuhan. Sisanya, sebesar 7 persen atau sekitar 4 triliun rupiah anggaran transportasi baru dialokasikan kepada pembangunan sarana transportasi massal berbasis rel.