Konsep Banjir dan Macet Foke vs Jokowi, Siapa Lebih Baik?
Sebagai warga non-DKI yang tidak punya hak pilih dalam pemilihan Gubernur DKI, tetapi sehari-hari berada di Jakarta dan merasakan beberapa persoalan di Jakarta, saya lebih tertarik untuk menyimak apa program para calon gubernur tersebut dalam menangani permasalahan Jakarta, terutama masalah kemacetan dan banjir.
Hasil penelusuran saya melalui bantuan Mister Google, ditemukan beberapa artikel yang menggambarkan visi kedua cagub tersebut, antara lain :
Foke-Nara :
Untuk mengurangi banjir, selain rehabilitasi kanal banjir barat dan timur, juga terus diupayakan pengerukan dan perbaikan tanggul sera penataan tepian kanal sebagai ruang terbuka hijau, salah satu artikelnya di sini . Untuk penanganan kemacetan lalu-lintas, akan diupayakan moda transportasi massal seperti MRT sebagai langkah awal modernisasi angkutan publik, salah satu artikelnya di sini.
Jokowi-Basuki :
Pembuatan kanal banjir tidak ada artinya jika tidak dipelihara, tetapi harus dilakukan normalisasi total pada setiap sungai, salah satu artikelnya di sini. Sedangkan untuk mengatasi kemacetan lalu-lintas, akan diupayakan hunian misal seperti rusunawa dan rusunami yang dekat dengan perkantoran sehingga dapat mengurangi mobilitas warga yang bekerja di Jakarta, salah satu artikelnya di sini.
Jika membandingkan program banjir kedua cagub tersebut, dalam pandangan saya kedua program penanganan banjirnya sama saja. Perbedaannya adalah kalau Fauzi Bowo, Gubernur incumbent dapat dinilai kurang aksi karena banjir tetap ada meskipun yang bersangkutan mengklaim sudah terkurangi secara signifikan, Jokowi berpotensi menghadapi dilema karena pada satu sisi punya program melakukan normalisasi sungai, pada sisi lain ia juga harus menyelamatkan penduduk penghuni bantaran kali yang diklaim sebagai masyarakat yang dicintainya.
Sedangkan untuk masalah macet, program keduanya jauh berbeda. Jika Foke-Nara tetap mengusung sistem transportasi massal yang meskipun bukan dia penggagasnya tetapi lumayan hasilnya, Jokowi –Basuki merencanakan program mendekatkan hunian pekerja dengan pekerjaannya.
Pemikiran Jokowi sungguh sangat brilian, tetapi itu artinya harus merubah total rencana tata ruang kota metropolitan Jakarta yang sudah terrencana demikian sejak ratusan tahun lalu.
Mungkinkah itu dapat terealisasi dalam satu periode seperti yang ia janjikan? rasanya sulit meskipun tidak mustahil dapat dilakukan.
Tanpa keberpihakan terhadap keduanya, saya lebih tertarik untuk menelisik sejauhmana realistisnya program-program yang ditawarkan untuk menangani multi masalah di Jakarta, daripada materi kampanye dengan tema “hebatnya latar belakang Jokowi” dan “Menyoal komposisi Jokowi-Ahok yang berbumbu sara” dari kubu lawannya.
Siapapun nanti gubernurnya, semoga Jakarta mendapatkan pemimpin yang tepat dengan hasil maksimal.