Macet DKI Saling Kunci

Kamis, Juli 19, 2012 0 Comments


Ilustrasi Kemacetan di Jakarta | Indopos

Kemacetan Jakarta tak hanya menjadi tanggungjawab Pemprov DKI semata, namun juga jadi tanggungjawab pemerintah pusat.
Kemacetan Jakarta tidak mungkin bisa ditangani Pemprov DKI seorang diri. Perlu keterlibatan langsung pemerintah pusat. Hal tersebut, dikatakan sejumlah pengamat, menanggapi kemacetan yang melanda Jakarta sepanjang siang hingga malam, kemarin (18/7).
Kemacetan terparah kemarin terjadi mulai dari arah Ciputat-Pamulang hingga Pondok Indah. Kemacetan yang sangat parah juga terjadi di Jalan TB Simatupang dari arah Kampung Rambutan hingga Lebak Bulus. Salah satu penyebabnya adalah hujan dan demonstrasi di Carrefour, Lebak Bulus.
Imbas kemacetan itu mengular puluhan kilometer kea rah Kebayoran Baru, Jalan Fatmawati-Jalan Sudirman, hingga jalan tol lingkar luar Pasar Rebo hingga arah Bumi Serpong Damai.
"Kemacetan Jakarta tak hanya menjadi tanggungjawab Pemprov DKI semata, namun juga jadi tanggungjawab pemerintah pusat," kata pengamat transportasi Darmaningtyas.
Menurut Darmaningtyas, selama ini, pemerintah pusat terkesan membiarkan Pemprov DKI Jakarta bekerja sendirian mengatasi macet. Padahal, tidak akan mungkin macet di ibu kota yang notabene disebabkan karena berbagai faktor diselesaikan oleh satu stakeholder saja. Perlu keterlibatan banyak pihak, khususnya pemerintah pusat. "Macet di ibu kota salah satunya efek dari kegagalan kebijakan nasional. Baik itu soal kebijakan otonomi, maupun kebijakan infrastruktur," ujarnya.
Ia mengungkapkan, saat pemerintah pusat menerapkan kebijakan otonomi daerah diharapkan mampu mengatasi kemacetan. Namun, wacana otonomi tak membuat perubahan yang signifikan terhadap masalah kemacetan Jakarta. Pembangunan infrastruktur itu terlalu didominasi angkutan darat di jalan raya sehingga yang digunakan Jakarta itu ideologi jalan raya.
"Ideologi itu terlihat dari pembagian anggaran yang dilakukan pemerintah pusat. Ada indikasi ketidakadilan dalam pembagian anggaran antara Dirjen Binamarga dengan departemen yang menangani moda transportasi laut dan udara. Itu menunjukkan ideologi kita industri otomotif," ujarnya.
Darmaningtyas mengatakan, dengan kondisi seperti sekarang ini, bisnis angkutan umum di Jakarta sudah seharusnya dihentikan karena sudah tidak layak. Bus-bus regular seperti Kopaja sudah tidak ada peremajaan, yang ada hanya kanibalisasi dengan menggunakan suku cadang lama. "Ini disebabkan tarif sudah tidak rasional, sopir terbebani dengan biaya hidup dan kebijakan yang tidak konsisten," tuturnya.
Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), Azas Tigor Nainggolan, menegaskan, perlu adanya intervensi pusat dalam penanganan kemacetan. Dengan kewenangan yang dimiliki, pusat bisa menerapkan sejumlah kebijakkan. Misalnya membatasi jumlah kendaraan yang masuk ke Jakarta, atau membatasi usia kendaraan. "Tanpa adanya intervensi pusat, kemacetan total yang diperkirakan melanda Jakarta 2014, bisa saja terjadi lebih awal," tandasnya.
Menanggapi hal tersebut, pemerintah pusat mengaku tidak bisa melakukan intervensi atas kebijakan transportasi dan lalu lintas di Jakarta. Untuk mengurai macet ibukota, pemerintah pusat hanya bisa melakukan supervisi kepada Pemprov DKI Jakarta. Soal apakah saran-saran tersebut dilakukan atau tidak, pemerintah pusat sama sekali tidak bisa melakukan intervensi.
Kepala Pusat Komunikasi Kementerian Perhubungan Bambang Ervan menegaskan hal itu kepada INDOPOS, kemarin. ”Pada era otonomi daerah seperti sekarang ini, jelas tidak mungkin pemerintah pusat melakukan intervensi kebijakan kepada daerah. Kalau dilakukan, itu melanggar aturan,’’ katanya. Namun, Bambang menegaskan bukan berarti pemerintah pusat lantas lepas tangan terhadap persoalan problem transportasi di daerah. Saran-saran untuk menuntaskan persoalan transportasi selalu diberikan kepada pemerintah daerah baik diminta atau tidak.
”Secara makro, kami memberikan supervisi kepada pemerintah daerah. Nah, kalau ternyata saran-saran kami tidak diindahkan, kami tidak bisa memaksakan,’’ tuturnya. Untuk Jakarta, Bambang menegaskan Kementerian Perhubungan sudah memberikan banyak saran kepada Pemprov DKI. Sayang, realisasi saran-saran itu justru jauh panggang dari api. Menyikapi hal itu, Bambang menegaskan tidak bisa melakukan pemaksaan kebijakan.
Beberapa saran yang sudah pernah diberikan kepada Pemprov DKI Jakarta demi mengurai macet adalah pembenahan serius pada Bus Rapid Transportation (BRT) atau angkutan masal berbasis bus. BRT disarankan benar-benar dihadirkan sebagai angkutan umum yang nyaman, aman dan berbiaya terjangkau oleh orang banyak. Seperti jumlah ketersediaan armada misalnya. Kunci utama BRT adalah jumlah armada seimbang dengan jumlah penumpang.
Jika jumlah armada seimbang dengan penumpang, maka jarak antarbus pada lintasan yang sama akan semakin dekat dan penumpukan penumpang di halte akan tereliminir. Bambang menyebut, Kemenhub juga pernah menyarankan pembangunan jalur bus layang. ”BRT juga wajib diikuti dengan penataan rute angkutan umum lainnya. Jika jumlah armada sudah memadai, jangan sampai ada angkutan umum yang memiliki rute serupa dengan BRT,” katanya.
Bambang menegaskan, penataan angkutan umum beserta trayeknya sudah sering disarankan kepada Pemprov DKI Jakarta. Pada kenyataannya, angkutan umum Jakarta masih jauh dari kata nyaman. Bahkan busway sekalipun kini tidak lagi senyaman dulu. ”Yang tak kalah penting adalah kebijakan penataan utilitas. Bagaimana macet tidak berkurang jika kemudian kebijakan pembangunan mal jalan terus? Memang sangat kompleks permasalahan kemacetan di Jakarta ini,” katanya.
Saran lain yang pernah diberikan kepada Pemprov DKI Jakarta dari Kemenhub adalah penerapan Electronic Road Pricing (ERP). Kebijakan ini berbentuk kewajiban bagi pemilik kendaraan yang melewati ruas jalan tertentu membayar ongkos. Biaya tersebut diterapkan demi menekan jumlah kendaraan yang melintas.  Biaya itu nantinya digunakan untuk penataan transportasi dalam skala lebih besar. ’’Nyatanya saran dari beberapa tahun lalu itu sampai kini ya masih berkutat dalam diskusi-diskusi saja,’’ ujar Bambang.
 Bagaimana dengan angkutan masal berbasis kereta? Setali tiga uang. Bambang menyebut pihaknya lagi-lagi tak bisa berbuat banyak karena semua kebijakan pada tataran pelaksanaan tergantung oleh Pemda dan operator kereta. ’’Seperti MRT misalnya. Kami jelas memberikan dukungan agar moda transportasi tersebut bisa terwujud. Namun, untuk pelaksanaannya juga tergantung pada Pemda Jakarta sendiri,’’ tandasnya.
Untuk transportasi berbasis kereta yang dioperasikan PT KAI, Bambang menyorong argumen serupa. ’’Kami punya kebijakan, operator yang melaksanakan dengan bekerjasama dengan pemerintah daerah,’’ katanya. Seperti kereta dalam kota misalnya. Di Jakarta, sampai saat ini kereta dalam kota masih belum bisa efektif karena begitu banyak perlintasan sebidang antara palang pintu kereta dengan jalan raya.
Solusinya adalah membangun underpass atau fly over. Berdasarkan data PT KAI Daops 1, di Jakarta terdapat 506 perlintasan sebidang. Pembangunan fly over dan underpass sangat tergantung dengan kemampuan Pemda Jakarta dan PT KAI.
  
DPR Revisi UU Jalan
Menurut Wakil Ketua Komisi V Muhidin M Said, kemacetan di Jakarta karena jumlah kendaraan terus bertambah, sementara panjang jalan tidak bertambah. Karena itu pemerintah pusat harus bisa sinergis dengan pemprov untuk membangun solusi yang efektif dan berkelanjutan.
”Kemacetan ini persoalan serius, karena itu butuh solusi yang strategis dan efektif, dan kami dari fraksi Golkar sempat mengusulkan agar pemerintah pusat bersama pemprov bisa berinergis untuk membangunan jalan bertingkat dua atau tiga (double/tripple decker). Model itu sebagai solusi mengatasi kemacetan yang terus terjadi,” papar kata Wakil Sekjen Partai Golkar ini kepada INDOPOS.
Diungkapkan Muhidin, hingga kini jumlah total kendaraan di Jakarta mencapai 6,7 juta unit yang terdiri atas 2,4 juta unit roda empat dan 4,3 juta unit roda dua. Jika tidak diatasi maka pada tahun 2014, diprediksikan Jakarta akan stagnan (macet total).
Ia menjelaskan konsep double/tripple decker mengharmoniskan berbagai konsep  pengembangan jalan dan moda transportasi massal seperti busway, subway,  monorail, dan waterway. Konsep itu juga akan menyelaraskan seluruh  konsep yang ada secara terintegrasi dan memiliki kesinambungan program  berkelanjutan dengan pengembangan pola tata ruang kota.
“Double/tripple decker akan mengintegrasikan sebuah commonplatform yang berbasis kesetaraan humanis, optimalisasi aset yang ada dan peningkatan  efektivitas dan efisiensi. Ini yang harusnya ditekankan pemerintah agar persoalan kemacetan ini bisa segera terurai. Dan tentunya hal ini butuh intervensi pusat yang positif dan kuat,“ paparnya.
Data Dinas Perhubungan DKI Jakarta 2010 lalu menyebutkan angka pertambahan jumlah kendaraan di Jakarta mencapai 1.117 per hari atau sekitar 9 persen per tahun. Sementara pertumbuhan luas jalan relatif tetap yaitu 0,01 persen  per tahun.
Sementara itu, untuk mempercepat laju pembangunan ruas jalan dan perbaikan prasarana jalan, DPR segera mempersiapkan draft revisi Undang Undang (UU). Komisi V DPR akan merevisi UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Setidaknya ada tiga substansi utama yang akan diatur melalui revisi UU Jalan tersebut, di antaranya mengenai jalan, jembatan serta aturan kenaikan tarif tol setiap dua tahun sekali.
Anggota Komisi V DPR, Saleh Husein mengatakan, saat ini pihaknya tengah menginventarisasi pasal-pasal mana yang akan direvisi. Rencana ini juga sudah disetujui seluruh fraksi di DPR dan sudah dibahas di Badan legislasi (Baleg) DPR. Ditargetkan revisi Undang-Undang jalan dapat dirampungkan pada kuartal III, atau sekitar bulan Juli-September.
Salah satu rencana revisi yang akan dilakukan adalah mengenai kewenangan memperbaiki atau memelihara jalan. Nantinya, akan diatur, baik jalan provinsi, kabupaten atau jalan negara. “Kalau sebelumnya, jalan kabupaten, kalau jalannya rusak menjadi tanggungjawab pemerintah daerah. Nantinya, semua jalan yang rusak menjadi tanggungjawab Kementrian Pekerjaan Umum. Saat ini rencana merevisi RUU Jalan masih tahap harmonisasi,” pungkasnya.
Editor: Yudi dwi Ardian | Sumber: Indopos

DaVina News

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

Tentang DaVinaNews.com

Davinanews.com Diterbitkan oleh Da Vina Group Davinanews.com adalah situs berita dan opini yang memiliki keunggulan pada kecepatan, ketepatan, kelengkapan, pemilihan isu yang tepat, dan penyajian yang memperhatikan hukum positif dan asas kepatutan Davinanews.com memberikan kesempatan kepada para pembaca untuk berinteraksi. Pada setiap berita, pembaca bisa langsung memberikan tanggapan. Kami juga menyediakan topik-topik aktual bagi Anda untuk saling bertukar pandangan. Davinanews.com menerima opini pembaca dengan panjang maksimal 5.000 karakter. Lengkapi dengan foto dan profil singkat (beserta link blog pribadi Anda). Silakan kirim ke email: news.davina@gmail.com.