PAN Desak Peran Kemenkeu dalam Kasus Hambalang Diusut
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak untuk segera menelusuri dugaan pelanggaran hukum dalam persetujuan anggaran proyek Hambalang sebagai anggaran tahun jamak (multiyears).
"Indikasinya sangat kuat bahwa anggaran multiyears proyek Hambalang itu melanggar prosedur," kata Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Dradjad Wibowo, di Jakarta, hari ini.
Sebagaimana diketahui, proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor, yang lebih dikenal sebagai Proyek Hambalang, pada awalnya adalah sebuah proyek APBN dengan kontrak pengadaan barang/jasa tahun tunggal (single year).
Pembiayaan disediakan melalui APBN 2010 sebesar Rp 125 miliar, yang kemudian dicairkan apabila status pengadaan tanah sudah tuntas.
Pada 20 Januari 2010 status tanah proyek Hambalang tuntas dengan terbitnya sertifikat hak pakai atas nama Kemenpora terhadap tanah seluas 31,24 hektar. Proyek ini juga memperoleh berbagai keistimewaan termasuk perubahan anggaran menjadi sistem multiyears.
Dradjad menyatakan sesuai Keppres No 80/2003 pasal 30 ayat 8, kontrak tahun jamak adalah kontrak pelaksanaan pekerjaan yang mengikat dana anggaran untuk masa lebih dari satu tahun anggaran yang dilakukan atas persetujuan Menteri Keuangan (Menkeu) untuk pengadaan yang dibiayai APBN, Gubernur untuk pengadaan yang dibiayai APBD Propinsi, Bupati/Walikota untuk pengadaan yang dibiayai APBD Kabupaten/Kota.
Untuk mengatur prosedur persetujuan tersebut, Menkeu, pada 2 Maret 2010, menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 56/PMK.02/2010 tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak (Multiyears Contract) dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Sementara itu, dalam konteks APBN 2010, Menkeu pada 23 Maret 2010 menerbitkan PMK No 69/PMK.02/2010 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun 2010, yang kemudian diubah melalui PMK No 180/PMK.02/2010 tanggal 7 Oktober 2010.
"Apabila peraturan-peraturan di atas ditegakkan, seharusnya KTJ proyek Hambalang tidak mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan karena melanggar prosedur yang ada," kata Dradjad.
Sebab dari kebutuhan anggaran konstruksi fisik Hambalang sebesar Rp 1,175 triliun, hanya Rp 275 miliar yang mendapat pengesahan, yaitu Rp 125 miliar dari APBN 2010 dan tambahan Rp 150 miliar melalui APBN-P 2010.
Dradjad menyatakan ada beberapa pelanggaran prosedur antara lain permohonan persetujuan kontrak tahun jamak (KTJ) untuk proyek Hambalang hanya ditandatangani oleh Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga, Wafid Muharam.
Padahal, PMK No 56/2010 pasal 5 ayat 1 mengatur permohonan KTJ harus diajukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga kepada Menkeu bersamaan dengan penyampaian RKA-KL tahun anggaran bersangkutan.
"Dengan demikian, surat pengajuan permohonan tersebut tidak boleh diproses persetujuannya oleh Kementerian Keuangan karena tidak diajukan sendiri oleh Menpora. Apalagi, Menpora hanya menjadi penerima tembusan dari surat tersebut," kata Dradjad.
Kedua, PMK No 69/2010 dan PMK No 180/2010 pada pasal 20 ayat 1 mengatur batas akhir penerimaan usul Revisi Anggaran untuk APBN Tahun Anggaran 2010/APBN Perubahan 2010 adalah 15 Oktober 2010. Sementara Kemenpora mengajukan revisi angggaran pada 16 November 2010.
"Karena sudah melewati tenggat waktu, seharusnya revisi anggaran (RKA-KL) Kemenpora ini ditolak oleh Kemenkeu," kata Dradjad
Namun meskipun sudah terlambat, revisi tersebut tetap disetujui oleh Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan pada 6 Desember 2010.
Yang lebih mengherankan, lanjutnya, beberapa hari sebelumnya pada 1 Desember 2010, Menkeu telah memberikan disposisi “selesaikan” kepada Dirjen Anggaran perihal permohonan persetujuan KTJ proyek Hambalang tersebut. Suratnya bernomor ND1134/AG/2010.
"Padahal seharusnya dicek terlebih dahulu, apakah syarat-syarat untuk menjadi KTJ sudah dipenuhi," tutur Dradjad.