Pejalan Kaki Korban Lumpur Lapindo Sampai di Jakarta
Hari Suwandi, 44, korban lumpur Lapindo dari Desa Kedung Bendo Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur, akhirnya sampai di Jakarta setelah berjalan kaki selama 25 hari.
Hari sampai di Jakarta pukul 09.00 WIB pagi, namun baru bertemu dan berbicara dengan wartawan siang ini di kantor Kontras, Menteng.
Rencananya, Hari akan segera mengunjungi beberapa instansi, termasuk Istana Merdeka, DPR, dan Wisma Bakrie.
"Kami ingin mendapatkan penyelesaian pembayaran ganti rugi," tutur Hari yang melakukan aksinya sejak 14 Juni lalu.
Hari menyebutkan Peraturan Presiden Nomor 14 tahun 2007 yang tidak menyebutkan secara tegas tenggat bagi PT Minarak Lapindo, untuk membayarkan ganti rugi kepada warga. Hingga saat ini masih ada ribuan warga yang belum dibayarkan hak mereka oleh Minarak.
"Nominalnya sekitar Rp970 miliar yang harus dibayarkan oleh Lapindo saat ini pada korban. Tapi tidak kunjung dibayar. Diangsur sistemnya, tapi selalu tidak tepat. Misalnya tahun 2010 hanya ada empat kali transfer (ke rekening korban), sedangkan tahun 2011 ada tiga kali transfer. Dan tahun ini baru ada sekali transfer bulan enam kemarin," tutur Hari.
Menurut Hari, Bapak tiga anak yang bahkan tidak lulus sekolah dasar itu, seharusnya pemerintah melalui Pepresnya tegas menentukan tenggat pembayaran.
"Makanya mau ke Istana, pemerintah harus tegas mengatakan kapan perusahaan selambat-lambatnya harus membayar aset kami," tutur Hari.
Aksi untuk mencari hak dan keadilan bagi warga korban lumpur Lapindo bukan sekali ini saja. Ia sudah beberapa kali melakukan aksi untuk menuntut keadilan dan haknya.
Namun, kata dia, hanya janji-janji penyelesaian yang diberikan dan bukan tindakan.
"Saya berjalan sekaligus untuk mendapatkan dukungan dari orang-orang yang saya temui selama perjalanan. Saya menjual video dokumenter lumpur Lapindo. Harganya Rp50 ribu. Sepanjang perjalanan banyak dukungan, dan jadi lebih banyak yang tahu. Misalnya ada mahasiswa yang dulu tak mengerti persoalan ini, setelah tahu, mereka mendukung kami," kata Hari.
Dalam sehari, Hari mentargetkan untuk berjalan kurang lebih 40 kilometer. Menurut dia, kadang dia berjalan di pagi hingga siang hari, atau bahkan malam hingga dini hari.
Menurut Hari, semburan lumpur Lapindo tak hanya memporandakan kehidupan korban namun juga membunuh warga secara perlahan-lahan, sebab tidak ada penyelesaian yang pasti.
Banyak warga Sidoarjo korban lumpur Lapindo yang harus kehilangan pekerjaan dan saat ini tak tentu mencari nafkah gara-gara semburan lumpur itu.