Rekening 99 Diklaim Sudah Tak Ada Sejak 2009
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Aqsanul Qosasih, mengklaim, Rekening 99 milik Kementerian Keuangan telah ditiadakan sejak tahun 2008.
Dia menjelaskan, Rekening 99 itu dulu dipakai untuk program-program bencana alam yang mendesak untuk dibiayai. Untuk keadaan demikian, uang itu bisa digunakan oleh pemerintah lalu dilaporkan belakangan.
"Tapi sekarang rekening 99 itu sudah tidak ada lagi," kata Achsanul di Jakarta, hari ini.
Dia melanjutkan, rekening itu sudah dihilangkan setelah Pemerintah selesai membentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
"Rekening 99 khusus digunakan untuk kebutuhan yang kepepet dan mendesak. Misalnya ada bencana, seperti gempa, tsunami. Yang di luar dugaan kita. Itu bisa diambil dan lalu dilaporkan, enggak apa-apa," tuturnya.
Namun pernyataan berbeda justru disampaikan oleh Anggota Banggar DPR dari Fraksi Golkar, Bambang Soesatyo, yang menyatakan, penggunaan dana di Rekening 99 haruslah sepengetahuan DPR.
Menurut Bambang, penggunaan dana di rekening 99 mestilah tetap mendapat persetujuan dari DPR.
"Penggunaan anggaran di rekening 99 tidak boleh dilakukan secara sembarangan oleh Menteri Keuangan," tandasnya.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan mengakui keberadaan rekening 99 yang merupakan pool dana negara untuk program yang belum diajukan oleh kementerian atau lembaga.
Pengakuan itu disampaikan Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan, Herry Purnomo, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (5/7).
Dia menolak bila isi dana di rekening itu dikatakan sisa anggaran pemerintah tahun sebelumnya. Dia juga menolak bila dana itu dianggap semacam dana nonbujeter bagi pemerintah atau Kementerian Keuangan.
Dia menyatakan, penggunaan anggaran itu tetap harus dengan persetujuan DPR, Yakni Badan Anggaran (Banggar) DPR. "Banggar jelas tahu, kita bicara dengan Banggar," tandas Herry.
Pengakuan Herry itu menjadi substansial terkait pendanaan proyek multiyears yang belakangan bermasalah dan dianggap sarat korupsi, yakni Proyek Pembangunan Pabrik Vaksin Flu Burung dan Proyek Hambalang.
Seperti diakui Ketua Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning, anggaran awal yang dicairkan untuk proyek pembangunan pabrik vaksin flu burung ternyata bukan dari anggaran Kementerian Kesehatan, namun dari anggaran Kementerian Keuangan.
Ribka mengatakan Komisi IX DPR selalu menolak membahas usulan anggaran untuk proyek itu dan tak pernah menyetujuinya. Namun proyeknya ternyata berjalan sejak 2008, perusahaan Muhammad Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, PT Anak Negeri dan PT Anugerah Nusantara.
"Dijelaskan ke saya, itu tak pakai uang Depkes, tapi pakai uang di Rekening 99 oleh Depkeu. Jadi pembiayaannya itu mirip Proyek Hambalang," kata Ribka, di Jakarta, hari ini.
Belakangan, dana untuk proyek vaksin flu burung yang belum selesai itu diajukan lagi oleh Kementerian Kesehatan di APBN Perubahan 2010 sebesar Rp 490 miliar. Akhirnya, dananya disetujui rekomendasi Panja Riset Biomedis dan Kerjasama Internasional dalam rapat 14 April 2010 dipimpin Wakil Ketua Komisi IX Irgan Chairul Mahfiz.
Seperti diketahui, KPK sedang menyidik proyek pengadaan pabrik vaksin flu burung dan Proyek Hambalang.
Dalam kasus Flu Burung, KPK menyatakan akan memulainya dengan menyelidiki proyek konstruksi yang dimenangkan PT Anak Negeri milik Muhammad Nazaruddin. Proyek itu diketahui belakangan justru dibangun oleh PT Biofarma, produsen vaksin nasional.
BPK sudah melakukan audit terhadap proyek tersebut dan menyatakan ada potensi kerugian keuangan negara lebih dari Rp 600 miliar.