Tokoh Anti Korupsi Hongkong Kritik Penolakan Gedung KPK di DPR
Satu Negara
Di tengah masalah terhambatnya pembangunan gedung baru, Komisi Pemberantasan Korupsi mendapatkan kunjungan spesial, dari mantan komisioner KPK (ICAC) Hongkong, Bertrand de Speville.
Komisioner ICAC tahun 1993-1996 hadir di KPK, untuk memberikan pencerahan terkait sejumlah masalah yang tengah dihadapi oleh komisi pimpinan Abraham Samad tersebut.
Sebelum ke KPK, Bertrand sudah melakukan pertemuan dengan Komisi III DPR, LSM Antikorupsi dan Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4).
Dalam konferensi pers di kantor KPK, Kamis (5/7) Bertrand menyoroti masalah pembangunan gedung baru KPK yang dihambat oleh anggota DPR Komisi III.
Menurut lelaki yang kini mempunyai biro konsultasi antikorupsi, penolakan DPR terhadap pembangunan gedung baru KPK bukanlah suatu hal yang mengejutkan.
"Hal itu tidak mengejutkan karena KPK banyak menangkap orang-orang parlemen. Mereka banyak yang masuk penjara. Ini adalah suatu bentuk pembalasan dari parlemen," kata Bertrand.
Bertrand menilai kebutuhan akan gedung baru KPK dinilai mendesak. Bertrand menilai untuk menampung 750 pegawai, gedung KPK tergolong tidak memadai. Akan tetapi, apakah KPK harus membangun gedung baru atau menempati gedung yang ada, Bertrand enggan berkomentar.
"Tapi yang pasti KPK harus memberikan rasa nyaman ke pegawainya utuk bisa bekerja dengan baik. Tapi paling penting KPK harus punya gedung untuk bisa akomodir kebutuhannya," kata Bertrand.
Hal lain yang juga disoroti oleh Bertrand adalah soal urgensi pembangunan KPK di daerah.
Menurut lelaki yang diikutsertakan dalam pembangunan KPK ini, jika pemerintah bersungguh-sungguh untuk memberangus korupsi, maka harus dibentuk KPK di daerah.
Dengan pembangunan KPK di daerah, maka KPK juga memerlukan tambahan sumber daya manusia. Angka 750 pegawai, kata Bertrand tidaklah cukup untuk menangani seluruh pengaduan yang masuk di KPK.
"Penambahan SDM ini jadi krusial apabila KPK ingin menambah SDM di daerah-daerah. Ini artinya masyarakat Indonesia harus menginvestasikan lagi sumber daya manusia dan keuangan, apabila masih memiliki harapan untuk memberantas habis korupsi di Indonesia," kata Bertrand.
Terkait anggaran, Bertrand menyebut, idealnya anggaran yang dialokasikan untuk KPK adalah setengah persen dari APBN.
Kementerian Keuangan, kata Bertrand harus mempertimbangkan menambah anggaran untuk KPK menjadi setengah persen dari APBN.
Anggaran KPK diketahui hanya Rp400 miliar per tahunnya. Sementara APBN per tahunnya adalah Rp1000 triliun.
Dalam hal Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Indonesia, Bertrand mengatakan perlu ada penambahan pasal, terutama terkait pelanggaran kepemilikan kekayaan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Kemudian, pasal yang mengatur secara jelas perbedaan gratifikasi dengan suap juga harus dicantumkan dalam Undang-Undang Tipikor.
Terakhir, Bertrand menegaskan bahwa pemberantasan korupsi merupakan proses yang memakan waktu lama.
Setidaknya dibutuhkan waktu satu generasi atau sekitar 20-30 tahun untuk memberantas korupsi di Indonesia.
"Pemberantasan korupsi bisa selesai apabila masyarakat sudah bisa saling mengatakan kita sudah berubah dan sudah tidak toleran dengan korupsi," kata Bertrand.
Pun jika korupsi sudah berhasil di atasi oleh KPK, tidak lantas KPK dibubarkan. Bertrand mengatakan KPK memang lembaga temporer, namun tetap harus ada sebagai garda terdepan pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Saya tidak pernah temukan negara di dunia ini yang setelah selesai dengan masalah korupsi, maka dibubarkan lembaga itu. KPK memang lembaga temporer tapi lembaga ini harus tetap hadir karena ini paling depan dalam pemberantasan korupsi," kata Bertrand.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan KPK belajar banyak dari diskusi dengan mantan komisioner ICAC Hongkong tersebut.
KPK, kata Bambang ke depannya mempunyai visi untuk menjadi world class anticorruption commission.
"KPK ingin menjadi world class anti corruption commission," kata Bambang.