Jika Tak Bisa Tangani SARA, Panwas Bubar Saja
Ketua Panwasda DKI Jakarta, Ramdansyah | Davinanews.com |
Tak cukup dengan pidato, imbauan, kumpul-kumpul, sembari bagi-bagi buku pribadi tulisan Ketua Panwas DKI, tetapi dibutuhkan tindakan cepat, terintegrasi, dan sampai ke akar-akarnya.
Penggunaan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dalam kampanye Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta makin marak.
Namun, sensitivitas dari aparat Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Panitia Pengawas atau Badan Pengawas Pemilu masih belum terlihat nyata. "Masih sama seperti biasa dan karenanya ditangani secara biasa," ujar Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ahmad Fauzi Ray Rangkuti, Rabu (1/8/2012) siang.
Pilkada Jakarta putaran pertama yang telah digelar 11 Juli 2012 lalu menghasilkan dua pasangan calon yang maju bersaing lagi di putaran kedua. Mereka adalah pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan pasangan Fauzi Bowo (Foke)-Nachrowi Ramli. Putaran kedua akan digelar pada September mendatang. Ray menekankan, penggunaan isu SARA, sekecil apa pun, harus diredam.
"Tak cukup dengan pidato, imbauan, kumpul-kumpul, sembari bagi-bagi buku pribadi tulisan Ketua Panwas DKI, tetapi dibutuhkan tindakan cepat, terintegrasi, dan sampai ke akar-akarnya," kata Ray.
Bahkan, jika saja kinerja seperti saat ini, institusi pengawas pemilu lebih baik ditiadakan karena minus-guna, tak efektif, dan juga tak signifikan untuk membantu pelaksanaan pilkada dan pemilu yang jujur, adil, dan demokratis. Isu SARA membuat demokrasi menjadi tak berguna.
"Pemilih dibodohkan, diajak memilih dengan dasar SARA, bukan visi, program, cita-cita, dan perilaku sosial calon pemimpin. Isu SARA pasti akan membuat sentimen SARA mengemuka," kata Ray.
Redaktur: Yudi Dwi Ardian
Sumber: Kompas