Return of the Jedi: Menuju DKI 1
Ilustrasi |
Setelah lebaran, diskusi teman-teman Marketing Club sepertinya kembali mengarah ke pemilihan gubernur Jakarta yang baru. Pertarungan Jokowi vs. Foke ini adalah momen yang tak boleh dilewatkan oleh para Marketing Genius di grup BBM Marketing Club.
Mari kita kupas satu persatu dengan skor ala pertandingan sepak bola.
1. Pertarungan Branding, Skor: Jokowi 1 – Foke 0
Terus terang belum pernah Foke mengutarakan dengan crystal clear mau dibawa kemana DKI ini. Mau dibranding seperti apa juga tidak jelas. Program Busway tidak jelas, membuat jalan layang tidak mengatasi kemacetan, malah tambah bikin macet, banjir besar dibilang genangan, asap Metromini yang hitam pekat dan semakin reot membuat wajah Jakarta semakin buruk.
Sedangkan Jokowi, dari awal beliau sudah menegaskan berkali-kali, Jakarta harus dibranding dengan jelas supaya program pemerintah menjadi lebih terarah. Visi beliau adalah menjadikan Jakarta sebagai kota festival dan pusat busana muslim berskala global. Serta transportasi dibenahi sesuai cetak biru yang sudah dibuat (video Jakarta baru Jokowi bisa dilihat di sini).
Dua hal pertama sangatlah achievable dan hanya perlu didorong sedikit: Yang pertama sabagai kota festival, banyak pertunjukkan beskala Internasional yang sukses diadakan di Jakarta mulai konser band (dari kontroversi Lady Gaga sampai di bulan Ramadan pun ada konser TheCardigan dengan penonton yang membludak), sepakbola Internasional (kunjungan legenda AC Milan, Inter Milan, Valencia, dll), Disney on Ice, Jakarta Fashion Week, Festival Film Internasional (Jiffest) dll.
Yang kedua, sebagai pusat busana muslim global, Indonesia dan Jakarta banyak memiliki desainer muslim yang sangat kreatif dan maju di bidangnya. Mulai SimplyMii, Mainland Heritage, Indij, Nabilia, , deeAndra, Dian Pelangi, Jenahara, Treimee, Ria Miranda, Kivitz, Irna Mutiara (Ina Scarf, Ina La Perle, Up2Date), Jenny Tjahyawati, dan masih banyak lainnya. Ini adalah potensi bangsa yang sangat cerdas dilirik oleh Jokowi. Bahkan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapore hanya bisa melirik dengan iri akan potensi kreatif busana muslim Indonesia.
2. Pertarungan di Media, Skor: Jokowi 1 – Foke 0
Media dan rakyat Indonesia mayoritas menyukai pemimpin yang rendah hati dan memihak kepada rakyat. Jurus ndeso Jokowi sangatlah memikat media dan rakyat Jakarta yang sudah penat dengan kemacetan, korupsi dan arogansi para penguasa.
Tim Jokowi juga selalu berhasil meng-counter berita negatif dengan elegan. Sedangkan Foke berkali-kali menjadi bulan-bulanan media, mulai kasus kebakaran Benhil (video di sini) sampai caci-maki masyarakat di detik.com dan kompas.com setiap Foke dan pendukungnya berkomentar.
Seharusnya tim sukses dan tim PR Foke mengarahkan beliau untuk lebih humble dan mensosialisasikan program-program yang memang prioritas untuk rakyat Jakarta. Mungkin justru banyak kerja keras beliau yang selama ini tidak terliput oleh media.
3. Pertarungan di lapangan, Skor Imbang: Jokowi 1 - Foke 1
Point ini terkait dengan kerja keras tim sukses masing-masing calon. Tim Foke dan Jokowi memiliki strategi masing-masing. Kalau tim Jokowi menggunakan Blackberry Messenger untuk menyampaikan program ke kalangan menengah ke atas, dan VCD untuk masyarakat menengah ke bawah. Tim Foke menggunakan spanduk untuk menjaring pemilih fanatik dari majelis taklim. Rhoma Irama sibuk berkeliling masjid sambil menjaring dukungan. Pada pertarungan pertama Jokowi unggul, karena timnya all out. Pada putaran kedua masih harus dilihat lagi, apakah isu pemimpin muslim yang diangkat oleh Foke menjadi jurus yang ampuh di level grass root.
4. Pertarungan Parpol pendukung, Skor: Jokowi 0 – Foke 1, Foke unggul di sini.
Fauzi Bowo mendapatkan dukungan masif di putaran kedua, Golkar, PKB, PKS, Demokrat, PAN, PPP semuanya sepakat mendukung beliau. Ini hal yang lucu karena pada putaran pertama, pada saat masing-masing parpol tersebut memiliki calon masing-masing (Hidayat Nur Wahid - Didik J. Rachbini didukung PKS, Alex Nurdin – Nono Sampono didukung Golkar) semuanya balapan menghujat Bang Kumis. Namun itulah Politik, tidak ada lawan abadi, yang ada hanya kepentingan abadi. Kekuatan jaringan Demokrat, Golkar, PKS dan lain-lain akan dikerahkan di putaran kedua. Siapa yang cerdik akan memenangkan pertarungan di lapangan.
5. Black Campaign, Skor: Jokowi 1 – Foke 0
Dari sisi Brand Science, ini sebenarnya justru faktor minus untuk Foke. Karena tim Jokowi so far berhasil membuat tangkisan jitu untuk semua smash kampanye hitam yang diarahkan pada Walikota Solo ini. Isu pemimpin Muslim yang ditiupkan Rhoma, berbalik menjadi bumerang karena sang Raja Dangdut akhirnya justru diperiksa Panwaslu dan dihujat masyarakat. Pemilihan Rhoma sebagai penghembus isu juga kurang tepat, karena banyak masyarakat yang masih ingat kasus kawin sirinya dengan Angel Lelga. Mungkin jika yang menghembuskan ulama yang lebih bersih, hasilnya mungkin akan lain.
Taktik mengenai umat muslim harusnya dipimpin yang juga muslim juga berhasil dicounter Jokowi dengan pergi umrah ke tanah suci plus pesan kreatif melalui Blackberry Messenger: sebuah wawancara imajiner dengan Gus Dur; “Gitu aja kok repot nyari pemimpin yang amanah, yang umat muslim semuanya pilih aja Jokowi, nah yang Kristen tinggal pilih si Ahok”.
Black Campaign ini menjadi senjata makan tuan, karena mudah diindetifikasi sumbernya, karena hanya ada dua pihak yang bertarung yaitu entah Jokowi atau Foke. Beda dengan black campaign di industri misalnya makanan dan minuman yang memiliki banyak kompetitor, jadi sulit diendus sumbernya (contoh heboh kasus Teh Botol dan pengawet di Mizone).
Efek samping akibat sibuk dengan black campaign, justru spirit David yang tertindas vs. Goliath yang zalim, menjadi faktor yang menguntungkan buat Jokowi, ditambah lagi jadi makin tidak jelas apa program si Goliath (Foke) ini, karena yang diingat masyarakat kesibukannya membunuh karakter kandidat lainnya.
So, dengan final skor 4 – 2 sepertinya kemenangan “di-atas-kertas” adalah untuk Pak Jokowi, namun tentu saja ini hanya di atas kertas, banyak faktor lain yang bisa membalikkan keadaan seperti kecurangan di surat suara, parpol yang mengerahkan mesin partai, money politic, dll.
Semoga analisis sederhana ini tidak bias dan mari kita nikmati pertarungan Pilkada bulan September nanti.
Salam.
Penulis: Hary Novianto