Polri Tetap akan Menangkap Novel, Meskipun SBY Tidak Setuju?

Selasa, Oktober 09, 2012 , 0 Comments


Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, bersama Mensesneg 

Sudi Silalahi (kiri), dan Menko Polhukam Djoko Suyanto (tengah), 
menyampaikan konferensi persnya di Istana Negara, Jakarta, 
Senin (8/10/2012). Dalam kesempatan tersebut Presiden 
menegaskan bahwa penanganan kasus Simulator SIM di 
Korlantas Mabes Polri, yang melibatkan Irjen (Pol) Djoko Susilo, 
sepenuhnya ditangani KPK, penanganan kasus penyidik KPK, 
Novel Baswedan, dan rencana revisi UU KPK, ditangguhkan 
karena waktunya tidak tepat.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Bengkulu Kombes Dedy Irianto, yang memimpin usaha penangkapan terhadap penyidik KPK Kompol Novel Baswedan, kelihatannya harus meralat ucapannya yang dikutip Harian Jawa Pos, Senin 8 Oktober 2012. Di dalam pernyataan tersebut Kombes Dedy Irianto mengatakan, kasus Novel adalah pidana biasa, dan Polisi ingin bekerja secara profesional. Tidak boleh dihalangi “Ini pidana biasa, kami mau profesional, kok, tidak boleh. Kita teruskan melanjutkan (menyidik Novel)!”

Dalam pidato khususnya tentang konflik KPK vs Polisi, di Istana Negara, Senin, 8 Oktober 2012, pukul 20.00 WIB, Presiden SBY antara lain mengatakan bahwa dia sangat menyesalkan insiden yang terjadi pada Jumat, 5 Oktober malam lalu, ketika sejumlah polisi mendatangi dan mengepung Gedung KPK, dengan maksud untuk menangkap Novel. Itu merupakan cara yang salah. Akibat tindakan Polri tersebut, kata SBY,  telah menyebabkan munculnya masalah sosial politik baru.

Kata SBY, semua orang itu sama di depan hukum. Siapapun dia, termasuk penyidik di KPK. Oleh karena itu janganlah setiap kali ada upaya penyidikan terhadap orang KPK selalu dibilang sebagai upaya kriminalisasi.
Namun, mengenai upaya Polri menangkap Kompol Novel Baswedan saat ini, ketika dia sedang menangani kasus dugaan korupsi simulator SIM, padahal kasusnya itu delapan tahun yang lalu, merupakan tindakan yang tidak tepat.
“Adalah tidak tepat jika ada tindakan untuk memproses penyidik KPK, Kompol Novel Baswedan atas dugaan kasus penganiayaan 8 tahun lalu saat ini tidak tepat, timing-nya tidak tepat dan caranya pun tidak tepat,” kata SBY di dalam salah satu kesimpulan  pidatonya itu.

Lanjut SBY, “Penegakan hukum itu harus dilandasi dari niat baik dengan rujukan pada kebenaran, keadilan, dan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Jangan berdasarkan motivasi yang lain. Misalnya, karena yang bersangkutan sedang menyidik kasus korupsi pengadaan simulator SIM.”

Secara tersurat dan tersirat, pernyataan Presiden SBY itu menyatakan bahwa cara dan waktu polisi melakukan tindakan hukum dengan mau menangkap Kompol Novel itu adalah salah. Apalagi kalau motifnya bukan berdasarkan niat yang baik, tetapi karena yang bersangkutan sedang menyidik kasus dugaan korupsi simulator mengemudi. Oleh karena itu, sebaiknya dihentikan, atau mininimal ditunda.

Berpegang pada pernyataannya tersebut di atas, beranikah Kombes Dedy Irianto membantah SBY, dengan berkata kepada Presiden SBY, “Bapak Presiden, ini kasus pidana biasa. Kami mau bekerja secara profesional. Masa tidak boleh? Kami akan tetap menyidik dan menangkap Novel!” Dedy tidak bakal berani, tetapi mungkin dia akan menjadi berani melaksanakan ucapannya itu melalui atasannya Kapolri Jenderal Timur Pradopo. Karena Kapolri ini rupanya tatap merasa perlu untuk meneruskan upaya penangkapan dan penyidikan terhadap Kompol  Novel, meskipun SBY telah berpidato seperti itu.

Dengan pernyataan Presiden tersebut sebenarnya cukup bagi Kombes Dedy Irianto dan Kepolisian  untuk menghentikan upayanya menangkap  dan menyidik Kompol Novel. Minimal menunda upaya tersebut, sampai Kompol Novel menyelesaikan tugasnya menyidik kasus korupsi pengadaan simulator mengemudi tersebut, termasuk memeriksa Irjen Djoko Susilo.
Apalagi baru diketahui bahwa ternyata Kombes Dedy Irianto sendiri pernah terlibat dalam kasus penembakan terhadap satu orang yang dituduhnya sebagai penjahat sampai mati, sedangkan temannya terluka tembak di kaki, di Bengkulu, pada Juli 2012, atau 3 bulan lalu. Dedy, bahkan menolak istilah “penembakan” pada aksinya itu. Menurut dia “penembakan” itu berarti dia tidak sengaja menembak. Tetapi, yang terjadi adalah dia memang sengaja menembak (mati) orang tersebut.

Ia menerangkan, dia melepas tembakan karena mendapat perlawanan dari puluhan pelaku perampokan. “Bukan melakukan penembakan, kami menembak pelaku, karena TKP (tempat kejadian perkara) ada di situ dengan pelaku sekitar 30 orang,” ucap Dedy (Kompas.com)

Belum jelas, apa kasus penembakan tersebut sudah pernah diproses pemeriksannya oleh internal Polda Bengkulu, ataukah belum. Misalnya, apakah pernah dipersoalkan, kenapa Dedy sengaja menembak orang yang disebut penjahat itu dengan maksud memang membunuh (ditembak matanya), bukan melumpuhkannya saja? Dedy menghindar ketika dua kali dikonfirmasi Kompas.com.

Kembali ke pokok masalah kehendak Polri menangkap dan menyidik Kompol Novel Baswedan itu, apakah dengan pesan, yang pada hakikatnya adalah perintah Presiden SBY kepada Kapolri Jenderal Timur Pradopo yang juga hadir di dalam acara itu, Polri akan patuh, menghentikan atau minimal menunda upaya tersebut? Dan, Novel, bersama keluarganya boleh bernafas lega?
Harus diakui bahwa Pidato Presiden SBY kali ini berbobot, punya nilai plus dibandingkan dengan pidato-pidato lainnya. Tetapi, apakah implementasinya juga akan sama berbobot, atau baiknya? Perihal upaya penangkapan dan penyidikan terhadap  Kompol Novel oleh Polri ini merupakan salah satu ujian dari efektifnya pidato Presiden SBY. Apalah artinya pidatonya bagus, tetapi pelaksanaannya memble?

Maka, kita pun patut khawatir mendengar tanggapan Kapolri Jenderal Timur Pradopo, seusai SBY menyelesaikan pidatonya itu.
Seperti yang dilaporkan Kompas.com, 08/10/2012, Timur Pradopo menegaskan bahwa Kepolisian tetap akan memproseskan kasus penganiayaan berat yang dituduhkan kepada Novel tersebut. Timur mengatakan, tidak ada seorang pun yang dapat mengintervensi penanganan kasus hukum yang sedang ditangani Polri.

“Yang namanya penyidik itu di dalam bertugas, dia tidak dipengaruhi oleh yang lain. Itu saja,” kata Kapolri Jenderal Timur Pradopo, menjawab wartawan.

Timur mengatakan bahwa Kepolisian tetap berkeyakinan ada pelanggaran hukum terkait kasus tersebut. “Semua tentunya berproses…. Pada nantinya, Kepolisian akan tetapi mencari waktu pelaksanaan yang paling tepat.
Apakah ini pertanda (lagi-lagi) pidato bagus SBY akan “dirusak” bawahannya ketika tiba pada pelaksanaannya di lapangan?

Apakah ini juga berarti Timur Pradopo bakal tidak menjalankan perintah Presiden SBY itu lagi? Dan, SBY lagi-lagi akan diam?
Seharusnya, pada pidatonya itu SBY sampaikan ultimatumnya juga. Bahwa bagi setiap bawahannya yang tidak mematuhi perintahnya akan langsung dicopot dari jabatannya.

Kalau tidak begitu, pasti akan terulang kejadian dan fenomena-fenomena sebelumnya. Semuanya akan menjadi mentah lagi. Untuk menimbulkan persoalan-persoalan baru lagi.

Timur Pradopo (Polri) akan tetap menangkap Kompol Novel Baswedan, meskipun Presiden SBY tidak setuju?




Sumber: Kompasiana
Penulis: Daniel H.t.

DaVina News

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

Tentang DaVinaNews.com

Davinanews.com Diterbitkan oleh Da Vina Group Davinanews.com adalah situs berita dan opini yang memiliki keunggulan pada kecepatan, ketepatan, kelengkapan, pemilihan isu yang tepat, dan penyajian yang memperhatikan hukum positif dan asas kepatutan Davinanews.com memberikan kesempatan kepada para pembaca untuk berinteraksi. Pada setiap berita, pembaca bisa langsung memberikan tanggapan. Kami juga menyediakan topik-topik aktual bagi Anda untuk saling bertukar pandangan. Davinanews.com menerima opini pembaca dengan panjang maksimal 5.000 karakter. Lengkapi dengan foto dan profil singkat (beserta link blog pribadi Anda). Silakan kirim ke email: news.davina@gmail.com.