Jokowi dan teori kepuasan
Jokowi. ©2012 Merdeka.com/arie basuki |
Konsep tentang kepuasan pelanggan telah dikenal luas dalam dunia bisnis. Perusahaan berlomba-lomba untuk semakin meningkatkan kepuasan pelanggannya. Bahkan sebagian besar perusahaan telah menggunakan layanan/service sebagai strategi kunci memenangkan persaingan. Mereka juga memonitor secara berkala tingkat kepuasan pelanggannya naik atau turun dibandingkan dengan pesaing-pesaingnya.
Konsep tentang kepuasan pelanggan sebenarnya relatif sederhana, yakni tingkat kepuasan di tentukan oleh seberapa besar harapan mereka terhadap layanan yang diberikan perusahaan kepada pelanggan. Kalau layanan yang di berikan oleh perusahaan melebihi harapan pelanggan, maka pelanggan merasa puas. Begitu juga sebaliknya. Penting bagi perusahaan untuk mengetahui seberapa besar tingkat harapan pelanggan sebelum mengukur tingkat kepuasan pelanggan.
Besar kecilnya tingkat harapan pelanggan paling tidak ditentukan oleh tiga hal. Pertama, pengalaman pelanggan dalam menggunakan layanan perusahaan sebelumnya. Kalau dia selama berinteraksi dengan layanan perusahaan dan dilayani dengan baik, maka pelanggan tersebut cenderung menuntut untuk dilayani dengan baik.
Kedua, janji yang disampaikan melalui promosi atau iklan. Semakin banyak janji yang diberikan kepada pelanggan, konsumen akan semakin menuntut janji itu bisa di penuhi oleh perusahaan.
Ketiga, Word of Mouth. Perbincangan orang terkait dengan layanan yang diberikan juga berpengaruh terhadap harapan pelanggan. Semakin banyak orang yang membicarakan sebuah layanan baik akan berpengaruh terhadap harapan pelanggan bahwa layanan dari suatu perusahaan itu juga baik.
Belajar dari Jokowi
Hasil Pilkada DKI Jakarta, seperti kita tahu bersama bahwa publik Jakarta lebih memilih Jokowi di banding Fauzi Bowo. Dalam kampanyenya Jokowi mengangkat slogan Jakarta Baru sebagai antitesa terhadap Fauzi Bowo yang telah lama berkiprah di PemProv DKI Jakarta. Dengan Slogan Jakarta Baru tersebut, Jokowi secara tersirat menawarkan janji bahwa Jakarta nantinya di bawah kepemimpinannya akan berbeda dengan era Fauzi Bowo. Karena itu, publik Jakarta menaruh harapan begitu besar agar Jokowi mampu membenahi Jakarta lebih manusiawi bagi penghuninya.
Sekarang, mari kita analisa harapan publik Jakarta menggunakan tiga pembentuk harapan yang saya jelaskan di atas. Pertama, Pengalaman Publik Jakarta. Untuk soal ini, mestinya harapan publik Jakarta tidak terlalu tinggi. Karena selama kepemimpinan Fauzi Bowo, publik Jakarta kurang mendapat pelayanan yang baik. Jadi mestinya kalau Pemprov Jakarta memberikan layanan sedikit lebih tinggi dari yang di berikan selama ini, kemungkinan publik Jakarta sudah terpuaskan.
Kedua, janji Jokowi. Berbagai pernyataan Jokowi baik pada masa kampanye maupun sesudah dilantik memberikan harapan yang luar biasa tinggi pada publik Jakarta bahwa dia akan mampu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi Jakarta selama ini. Pemberitaan media yang masif terkait berbagai aksi roadshow ke kampung-kampung semakin memperkuat harapan publik terhadap apa langkah-langkah Jokowi berikutnya dalam menyelesaikan persoalan Jakarta
Ketiga, Word of Mouth. Keberhasilan Jokowi dalam memimpin solo menjadi buah bibir semua orang. Bagaimana langkah Jokowi mampu memindahkan dan menata PKL Solo tanpa konflik, kemudian juga kekonsistenan Jokowi dalam menata RTRW Solo diberitakan di berbagai media. Berbagai perbincangan tersebut, baik melalui media konvensional maupun sosial, membuat publik Jakarta mengidam-idamkan pemimpin seperti Jokowi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa memang harapan publik Jakarta terhadap kepemimpinan Jokowi sangat tinggi. Situasi ini bagi Jokowi tentu saja bisa menjadi pedang bermata dua. Harapan yang tinggi itu berarti menujukkan dukungan publik terhadap Jokowi sangat tinggi. Namun, situasi ini bisa menjadi bumerang apabila performa Jokowi biasa-biasa saja. Harapan publik yang tinggi menuntut Jokowi harus bekerja ekstra keras.
Untuk mengurangi tekanan publik tersebut, Jokowi harus mulai memikirkan strategi lain yang bisa "menurunkan" harapan publik Jakarta.
Langkah sederhana yang bisa dilakukan Jokowi adalah dia harus mulai "mengendalikan" harapan publik. Itu bisa dilakukan Jokowi dengan cara mengurangi kemunculan di publik dan agak "membatasi" interaksi dengan media, juga lebih memilih prioritas pekerjaan dalam merealisasikan janji-janjinya.
Sejauh ini kepemimpinan Jokowi sudah on-track. Keinginan Jokowi untuk mengukur tingkat kepuasan publik terhadap layanan Pemprov Jakarta mesti didukung semua pihak. Adanya survei tingkat kepuasan publik bisa menjadi barometer apakah layanan Pemprov Jakarta sudah meningkat atau belum di bawah kepemimpinan Jokowi. Survei itu juga bisa menjadi pedoman aspek-aspek layanan apa saja yang mesti diperbaiki.