Tampilkan postingan dengan label Pertanian. Tampilkan semua postingan

Beras Cerdas dari Singkong

Beras Cerdas dari Singkong
Beras masih menjadi komoditas pangan utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Walaupun tergolong negeri agraris, Indonesia justru harus mengimpor beras untuk memenuhi konsumsi masyarakatnya. 
 
Impor beras yang dilakukan dalam jangka waktu lama dapat mengancam ketahanan nasional. Salah satu cara untuk mengatasi kekurangan produktivitas beras Indonesia adalah membuat produk yang memiliki kesamaan dengan beras, baik bentuk maupun kandungan nutrisi yang ada di dalamnya.
 
Beruntung, Universitas Jember (Unej) telah menghasilkan produk tepung singkong yang diberi nama Modified Cassava Flour atau kerap disebut MOCAF. Produk ini menjadi alternatif pengganti beras yang menjadi makanan pokok masyarakat Indonesia.
 
Produk turunan tepung singkong ini menggunakan prinsip memodifikasi sel singkong secara fermentasi. Melalui proses fermentasi dihasilkan karakteristik khas, sehingga dapat digunakan sebagai komposisi makanan dengan skala sangat luas.
 
Sejak dua tahun lalu, Badan Ketahanan Pangan (BKP) Pusat, BKP Provinsi Jawa Timur, dan Unej pun bekerjasama untuk mengembangkan produk menyerupai beras dengan bahan baku tepung MOCAF yang disebut sebagai beras analog. Hasil kerjasama tersebut, berhasil dikembangkan prototipe beras analog yang disebut dengan Beras Cerdas.
 
Beras Cerdas memiliki lima konsep cerdas. Pertama, cerdas dalam bahan baku. Artinya beras tersebut dikonstruksikan dari tepung-tepung lokal khususnya MOCAF dan berbahan bahan baku yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan target konsumen.
 
Dua, cerdas dalam proses yang berarti beras tersebut diproses dengan teknologi yang mudah dan murah, sehingga dapat diproduksi dengan peralatan yang bisa dibuat oleh putera Indonesia. Ketiga, cerdas dalam cara masak. Beras tersebut dapat dimasak dengan cara sederhana meniru kebiasaan orang Indonesia dalam mengolah beras dan sekali memasak akan mendapatkan masakan yang lengkap. Demikian dinukil dari laman resmi Unej.
 
Keempat, cerdas dalam pemanfaatan bagi kesehatan. Dengan bahan baku yang cerdas, beras yang dihasilkan dapat disesuaikan untuk target spesifik untuk kesehatan, baik untuk anak rawan gizi, ibu hamil, maupun penderita diabet. Terakhir, cerdas untuk pembangunan nutrisi, ekonomi, dan kesejahteraan rakyat.
 
Hingga saat ini, telah ditemukan teknologi dan beberapa formula "beras cerdas", di antaranya, beras cerdas reguler, beras cerdas fortifikasi, dan beras cerdas campuran. Teknologi yang diciptakan bersifat aplikatif, praktis sehingga mudah disosialisasikan pada masyarakat agar mau menerima produk-produk ini beserta desiminasi paket-paket teknologi.
 
Menindaklanjuti hasil penemuan tersebut, pada tahun anggaran 2012 dilaksanakan "Pengadaan Alat Pengolahan Beras Analog" untuk melakukan industrialisasi "Beras Cerdas" dengan bahan baku MOCAF di Kabupaten Jember (dua buah), Ponorogo, dan Blitar. Unit produksi tersebut mampu menghasilkan Beras Cerdas dengan kapasitas masing-masing satu ton per hari.
 
Industrialisasi Beras Cerdas akan mempunyai dampak ikutan yang sangat signifikan bagi pembangunan nasional. Sebab, selain meningkatkan konsumsi pangan nonberas dan nonterigu, inovasi tersebut juga menyediakan lapangan pekerjaan, meningkatkan nilai tukar petani singkong, dan meratakan pembangunan sampai ke pelosok desa penghasil singkong. 




[dvn/myd]

Emily Sutanto, Sang Pengekspor Beras Organik

beras_organik
Ilustrasi padi organik (ist)
Tak ada yang mengira kalau dara ini salah satu sosok penting di balik suksesnya Indonesia mengekspor beras organik untuk pertama kali. Dia akrab dengan petani. Ia bersentuhan langsung dengan mereka. Dia juga bukan tipikal pengusaha yang gemar menekan petani kecil. ”Aku mau petaniku menjadi yang paling maju, paling sejahtera hidupnya, dengan menjadikan mereka sebagai pengusaha kecil,” kata Emily Sutanto, pendiri sekaligus Direktur Utama PT Bloom Agro, di Tasikmalaya, Jawa Barat.


Dengan bendera PT Bloom Agro yang ia dirikan setahun lalu, Emily mengekspor beras organik bersertifikat ke Amerika Serikat. Tahap awal pengiriman sebanyak 18 ton. Pengapalan ekspor beras organik perdana ini dilakukan pada akhir Agustus tahun lalu melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

Seperti dikutip dari Harian Kompas, Beras organik yang diekspor tak sembarang organik, tapi organik bersertifikat. Kata ”bersertifikat” sekadar membedakan produk beras organik ini dengan beras ”organik” yang ada di pasaran, tetapi sesungguhnya tak mengikuti standar produksi beras organik.

Sertifikat beras organik dikeluarkan Institute for Marketecology, lembaga sertifikasi organik internasional, berbasis di Swiss, yang terakreditasi mendunia. Logo sertifikat yang dikeluarkan pun tak tanggung-tanggung, langsung untuk tiga negara, yakni AS dengan US Department of Agricultural National Organic Program, Uni Eropa, dan Jepang dengan Japanese Agricultural Standard.

Dengan kata lain, beras organik itu sudah mendapatkan ”paspor” untuk masuk ke negara-negara yang paling ketat memberlakukan sistem keamanan pangannya di dunia. Beras organik ini diproduksi oleh para petani kecil di tujuh kecamatan di Tasikmalaya, Jabar. Mata rantai dalam sistem perdagangan pun mengadopsi prinsip fair trade, yang oleh Menteri Pertanian kala itu, Anton Apriyantono disebut-sebut sebagai yang pertama dilakukan oleh pengusaha beras ekspor Indonesia.

Dengan mengadopsi prinsip fair trade atau sistem perdagangan berkeadilan, tujuan menyejahterakan petani bukan lagi omong kosong. Bila suatu kali kedapatan petani organik mengalami tekanan harga, pemutusan kontrak kerja sama ekspor terjadi.

Oleh karena alasan fair trade dan kemanusiaan itulah, Emily tak akan mau menekan harga beli beras. Usaha penggilingan padi yang dapat memberikan nilai tambah bagi petani yang dikelola Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Simpatik bantuan Departemen Pertanian ini dibiarkan tumbuh bersama.
Dia tak harus membeli beras dari petani, tetapi cukup melalui Gapoktan Simpatik agar petani mendapat nilai tambah. Gabah organik setelah diproses di penggilingan milik petani menjadi beras dibeli Emily dengan harga Rp 8.000 per kilogram.

Dengan harga beli yang tinggi, Gapoktan membeli gabah kering pungut dari petani anggotanya dengan harga Rp 3.500 per kilogram atau lebih tinggi Rp 1.500 dibandingkan gabah nonorganik. Pada tahap ini jalur perdagangan semakin pendek dan tidak ada celah bagi tengkulak.

Semakin mantap lagi posisi petani ketika model penanaman padi dengan sistem intensif membuat ada petani yang mampu meningkatkan produktivitas padinya hingga menghasilkan 10 ton gabah kering panen.

Dengan produktivitas setinggi itu, pendapatan kotor petani dalam satu musim tanam (empat bulan) bisa sekitar Rp 35 juta. Apabila dalam setahun padi bisa ditanam tiga kali, pendapatan kotor petani dengan lahan 1 hektar dapat menembus Rp 105 juta.

Mulai dari nol

Kisah perjumpaan Emily dengan beras organik terjadi secara tidak sengaja. Peraih gelar master bidang Manajemen Internasional dan Mass Communication dari Pepperdine University, Los Angeles, California, dan Bond University, Australia, ini pada awal 2008 ditawari Solihin GP, yang dia sebut sahabat keluarganya.

”Bapak Solihin GP waktu itu mengatakan, ’Mau enggak kamu bantu petani? Mereka (petani) mau ekspor beras organik, tetapi pemerintah belum bisa berbuat apa-apa’,” kata Emily mengutip permintaan mantan Gubernur Jabar itu.

Kala itu Emily masih ragu. Dia sangsi, apa benar ada beras yang benar-benar organik di Indonesia. Karena gamang, ia lalu pergi ke Tasikmalaya, dan melihat langsung proses produksi beras organik.

Emily terpana. Mengapa selama ini konsumen beras organik dunia hanya tahu beras organik Thailand saja? Padahal, di Indonesia beras organiknya jauh lebih bagus. Produk beras organik yang dihasilkan begitu orisinal. Secara fisik, beras organik itu lebih empuk dan berat, pertanda banyak kandungan serat dan vitamin.

Proses produksinya juga penuh cinta karena dilakukan secara tradisional. Makin terpikat lagi Emily ketika tahu semangat petani yang berapi-api untuk mengekspor beras organik itu. Namun, mereka tak tahu bagaimana caranya. ”Kalau beras organik dari petani bisa diekspor, ini bisa memacu semangat petani untuk lebih maju,” katanya.

Langkah selanjutnya giliran sertifikasi. Emily menjalani proses ini sampai tiga bulan. Dia memerlukan sertifikasi itu, dengan pertimbangan agar ke depan produksi beras organik bisa berkelanjutan. Di sini perlu diterapkan sistem pengawasan yang dilakukan internal dalam kelompok antarpetani. Dalam hal ini kejujuran petani benar-benar diuji.

Setelah produknya beres, mulailah ia melirik pasar ekspor. Kebetulan dari Cornell University, AS, juga sedang menggarap produk pertanian organik. Jadilah dia dipertemukan dengan calon pembeli, Lotus Foods, yang sangat mendukung program pelestarian lingkungan.



Editor: Yudi Dwi Ardian
Sumber :
                     


Deklarasi Masyarakat Ubi Jalar Indonesia

Ilustrasi @2012 shutterstock
"Tidak seharusnya kita terus menerus mengkonsumsi gandum impor, dan menyingkirkan potensi penting sumber karbohidrat nasional. Deklarasi ini menjadi tekad bagi bangsa kita, untuk mempertahankan kemandirian dan ketahanan, serta kedauluatan pangan."

Unggul Abinowo

Masyarakat Ubi Jalar Indonesia, komunitas peminat dan menyatakan sebagai pejuang budidaya dan produksi ubi jalar, menyampaikan deklarasinya hari Minggu (28/10/2012) di Malang.

Hadir sejumlah tokoh, antara lain pendiri dan pencetus bisnis bakpao telo (telo nama ubi jalar dalam bahasa Jawa) Unggul Abinowo, guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Prof Dr Ahmad Erani Yustika, mantan Menteri Koperasi Adi Sasono, Wali Kota Depok yang juga mantan Menteri Kehutanan Nurmahmudi Ismail, dan Bupati Malang Rendra Kresna.

Unggul Abinowo, yang terkenal sebagai pencetus dan praktisi bisnis bakpao telo menyatakan, deklarasi Masyarakat Ubi Jalar dilandasi oleh motif mempertahankan kedaulatan, kemandirian, dan ketahanan pangan. 

Indonesia memiliki sumber karbohidrat yang memadai, dalam jumlah luasan panen, budaya bercococom tanam dan budaya konsumsi, yakni ubi jalar (Ipomoea batatas), bersama singkong (Manihot utilisima) serta jagung (Zea mays).

"Tidak seharusnya kita terus menerus mengkonsumsi gandum impor, dan menyingkirkan potensi penting sumber karbohidrat nasional. Deklarasi ini menjadi tekad bagi bangsa kita, untuk mempertahankan kemandirian dan ketahanan, serta kedauluatan pangan," kata Unggul.

Erani menjelaskan, keunggulan ekonomi di antara bangsa-bangsa, mensyaratkan satu hal yang tidak dapat tidak harus dimiliki lebih dulu yakni keunggulan pangan. Pada zaman di mana kemenangan dan daya tawar ditentukan oleh kekuatan ekonomi dewasa ini, maka syarat terpenting yang harus dimiliki bangsa Indonesia adalah keunggulan ekonomi pangan.

Deklarasi ini menegaskan upaya itu. Sebab tanpa keunggulan dan kemandirian pangan, yang artinya terus tergantung produk luar negeri, selamanya Indonesia tidak akan mampu mencapai keunggulan ekonomi.

Acara diiringi dengan peluncuran supermarket Telo, di Kota Lawang, Malang, yang merupakan etalase dan tempat belanja dari produk- produk makanan berbahan baku tepung dari ubi jalar (telo).

Telo merupakan bahan baku pembuatan tepung roti dalam produk bisnis Sentra Pengembangan Agribisnis Terpadu (SPAT) di Lawang, Malang. 

"Produksi dilakukan dengan membuat tepung terigu berbahan baku ubi jalar, dan djadikan aneka produk kue dan roti, seperti bakpai dan bakpia, kata Endiyatmo, Humas SPAT produsen bakapao telo.




Editor: Yudi Dwi Ardian
Sumber :
Kompas.com

Fadly Padi: Dari panggung ke aquaponik


Fadly Padi: Dari panggung ke aquaponik
Inti go green itu seberapa banyak 

tanaman yang kamu tanam.
[Andi Fadly Arifuddin]
Boleh saja grup band Padi vakum hampir tiga tahun ini. Tapi, bukan berarti para personilnya “menganggur”. Sebaliknya, sang vokalis,Andi Fadly Arifuddin sedang asyik memasyarakatkan gerakan berkebun di halaman rumah.
Sekitar dua tahun terakhir, dia ingin berbagi hobi ini ke banyak orang agar mau berkebun di rumah sendiri dan menghijaukan lingkungan. Pemilik nama panggung Fadly ini menggelar eksperimen di halaman rumah “singgahnya” di daerah Pondok Cabe, Tangerang Selatan. Di lahan seluas 120 meter persegi, ada ratusan jenis sayuran dan tanaman obat organik.
Selain itu, pria berusia 37 tahun ini membuat percontohan metode berkebun aquaponik. Caranya memanfaatkan air dari kolam ikan untuk tanaman, dan sebaliknya.
Pada ajang Social Media Festival 2012 akhir pekan lalu, Fadly mengajak orang untuk mempraktikkan teknik ini. Di acara ini, dia membuat mini aquaponik agar orang tahu teknik ini sebenarnya mudah dan murah sesuai prinsip go green: Reuse, Recycle, and Reduce. Yang terpenting, “Inti go green itu seberapa banyak tanaman yang kamu tanam,” kata Fadly.
Bergelut dengan tanaman adalah hobi lamanya. Dia memiliki usahanursery dan pembibitan rumput gajah mini di Makassar. Bahkan, dia mengembangkan “kebun” Bambu Sembilang seluas satu hektare.
Eh, jangan-jangan hobi ini berhubungan dengan nama band yang berbau tumbuhan? “Nama Padi itu usulan Yoyok yang waktu itu jualan beras,” kata bapak empat orang anak ini tertawa.


Editor: Evelyne Patricia
Sumber : 

Pemkab Bangka Barat Realisasikan Percontohan Sawah Padi Unggul

Sawah @2012 Antarafoto

Tahun 2012 ini kami berhasil merealisasikan lahan pecontohan seluas satu hektare yang ditanami tiga varietas padi unggul, berlokasi di Desa Tuik, Kecamatan Kelapa.

[Darmono]

Pemerintah Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung, berhasil merealisasikan percontohan sawah yang ditanami padi unggul dalam upaya memotivasi petani setempat beralih menanam varietas rekomendasi pemerintah pusat.

"Tahun 2012 ini kami berhasil merealisasikan lahan pecontohan seluas satu hektare yang ditanami tiga varietas padi unggul, berlokasi di Desa Tuik, Kecamatan Kelapa," ujar Kepala Bidang Pertanian pada Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bangka Barat Darmono di Muntok, Selasa (16/10) 
sebagaimana dikutip dari Antaranews.

Ia menjelaskan, sebagian besar petani di daerah itu masih menanam varietas padi lokal "utan antu" dan belum terbiasa dengan varietas padi unggul sehingga butuh contoh pola penanaman, perawatan dan hasil produksinya.

Pada lahan percontohan tersebut saat ini ditanami tiga varietas padi unggul nasional yaitu Inpari4, Inpari5 dan Inpari6 yang penanamannya bekerja sama antara Pemkab, BPTP Provinsi Babel dan gapoktan setempat.

Menurut dia, karakter petani di daerah itu membutuhkan bukti nyata terlebih dahulu dan mereka akan berpindah sendiri jika melihat sendiri pola penanaman, perawatan dan produksi jenis lain jika dinilai lebih menguntungkan.

"Dengan adanya percontohan lahan yang ditanami bibit padi unggul tersebut, kami berharap secara perlahan petani di daerah itu beralih ke varietas unggul yang telah direkomendasikan, dalam upaya peningkatan produksi beras di daerah itu," ujarnya.

Untuk pencapaian produksi, kata dia, varietas unggul tersebut bisa menghasilkan sekitar tiga ton per hektare sekali panen, sementara untuk padi lokal yang selama ini ditanam petani didaerah itu rata-rata 1,6 ton per hektare sekali panen.

Dengan perbandingan itu, kata dia, diharapkan petani setempat beralih ke benih padi varietas unggul tersebut sehingga bisa meningkatkan produksi sekaligus mengurangi ketergantungan pasokan pangan dari luar daerah.

"Petani tidak perlu ragu pindah ke varietas unggul nasional, karena tanaman pad memiliki kemampuan adaptasi tinggi sehingga cocok ditanam di seluruh daerah, yang penting tahu perlakuan apa yang dibutuhkan tanaman tersebut," ujarnya.

Ia mengatakan, padi varietas unggul tersebut membutuhkan perlakuan khusus seperti masa pemupukan berkala, penyiangan tanaman gulma rutin dan perawatan lainnya yang tidak sama dengan karakteristik padi lokal.

"Perbedaan perlakuan pada varietas unggul ini biasanya menjadi faktor yang mengurangi minat petani menenamnya karena mereka dituntut lebih fokus pada perawatan tanaman, sementara tradisi yang berkembang saat ini, setelah tanam ditinggal begitu saja," kata dia.

Namun, kata dia, dengan adanya lahan percontohan, pelatihan dan pendampingan secara terus menerus oleh para PPL yang tersebar di setiap desa, diharapkan petani lokal semakin tertarik menanam jenis padi varietas unggul.





Redaktur: Yudi Dwi Ardian

Politik Kemandirian Harus Ditempuh Demi Kedaulatan Pangan

GMNI lakukan aksi demo
Politik kemandirian pangan merupakan jalan utama yang harus ditempuh pemerintah Indonesia untuk membangun kedaulatan pangan.
[Twedy Noviady]
Persoalan pangan menjadi persoalan serius yang harus dijawab oleh suatu bangsa. Pangan merupakan kebutuhan pokok yang tidak dapat ditunda pemenuhannya, ataupun digantikan dengan kebutuhan lain.
Rakyat yang lapar tentu menjadi masalah serius terutama terhadap penguasa di suatu negara, kelaparan akan menyebabkan runtuhnya kredibilitas pemerintah dimata rakyatnya.
Terkait hal tersebut, Ketua Presidium Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia(GMNI), Twedy Noviady mengatakan, politik kemandirian pangan merupakan jalan utama yang harus ditempuh pemerintah Indonesia untuk membangun kedaulatan pangan.
"Politik kemandirian pangan merupakan perwujudan nyata kedaulatan bangsa," kata Twedy kepada Tribunnews.com, Selasa(16/10/2012).
Twedy mengatakan, sudah saatnya pemerintah merubah haluan politiknya yang berorientasi pada ketahanan pangan menjadi kedaulatan pangan. Kedaulatan pangan kata Twedy lebih menekankan pada kemandirian bangsa dalam mengatasi persoalan pangan nasional tanpa tergantung pada negara lain.
Hal tersebut lanjut Twedy baru akan tercapai apabila pemerintah berorientasi melakukan pengembangan produktivitas sektor pangan melalui beberapa kebijakan yang mendukung seperti ketersediaan tanah bagi petani, penyediaan pupuk bagi petani, pengelolaan pascapanen, serta kebijakan lain yang mendukung.
Pendekatan impor yang dipilih pemerintah Indonesia dalam mengatasi pemenuhan kebutuhan pangan nasional kata Twedy menjadikan pemerintah begitu confidence dalam pernyataan-pernyataan politiknya. Pendekatan pragmatis yang demikian justru menjadikan pengembangan sektor pangan nasional menjadi lemah karena efek impor.
Impor produk pertanian terutama komoditi pertanian berdampak signifikan terhadap melemahnya kesejateraan petani nasional. Harga beras impor yang lebih murah dibandingkan dengan beras nasional menjadikan petani Indonesia kalah dalam persaingan harga karena tingginya biaya produksi petani mulai dari masa tanam sampai panen.
Lebih jauh Twedy menambahkan, pendekatan impor sebagai kebijakan politik pemerintah yang melemahkan pertanian nasional dengan tingginya handycap petani justru berbanding terbalik dengan apa yang dirasakan oleh importir beras. Untuk mewujudkan citra ketahanan pangan, pemerintah bahkan menerapkan biaya tarif impor yang rendah. 
Tentu saja persaingan pasar menjadi sangat tidak sehat karena beras impor harganya lebih murah dari harga beras nasional. Masyarakat Indonesia sebagai konsumen beras tentu berpikir ekonomis dalam pemenuhan kebutuhan sehingga pilihan pasar akan lebih menguntungkan komoditas impor yang lebih murah.
Secara otomatis maka persediaan beras impor akan terus ditingkatkan untuk menjamin ketahanan pangan nasional dan semakin menempatkan pertanian nasional pada titik yang terendah nantinya.
"Melemahnya sektor pertanian nasional akan menyebabkan semakin miskinnya rakyat Indonesia, karena hampir sebagian besar rakyat Indonesia bertumpu pada sektor pertanian," kata Twedy.
Pendekatan impor yang dilakukan pemerintah untuk menjamin ketahanan pangan menurut Twedy, merupakan kebijakan politik yang keliru dalam mengatasi persoalan pangan dimasa yang akan datang. Politik impor justru akan melemahkan pertanian nasional dan menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang sangat tegantung terhadap bangsa lain untuk memenuhi kebutuhan mendasar yaitu persoalan pangan.
"Tentu kita dapat membayangkan apabila persoalan pangan saja kita sudah sangat tergantung pada negara lain, bagaimana mungkin kita dapat tumbuh menjadi suatu negara yang berdaulat secara utuh. Persoalan pemenuhan kebutuhan pangan rakyat adalah persoalan yang sangat serius yang harus dibenahi oleh pemerintah dalam setiap kebijakan politiknya," katanya.




Sumber:
 Tribunnews
Editor: Gurun Ismalia


Pemerintah dan Aparat Diminta Selidiki Mafia Kedelai

( vivayogamauladi.com)
Naiknya harga kedelai dan membuat pengusaha kecil semakin merana menunjukkan bahwa negara tidak berdaulat di bidang pangan karena sebagian besar komoditas pangan, beras, kedele, jagung, daging, garam, susu, gandum adalah impor. 


Pemerintah dan aparat hukum diminta melakukan proses penyelidikan terhadap kemungkinan adanya mafia tata niaga kedelai yang diduga melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder). 

"Akibat kenaikan harga kedelai menyebabkan penurunan keuntungan pengusaha tahu tempe. Bila ini dibiarkan akan terjadi proses pemiskinan secara sistemik akibat harga pangan yang tidak terkendali," kata anggota Komisi IV DPR RI, Viva Yoga Mauladi di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis. 

Ditambahkan, untuk mengatasi kelangkaan kedelai, pemerintah melakukan langkah-langkah penting. 

"Misalnya menambah alokasi dana Kementerian Pertanian (Kementan) minimal 10 persen dari APBN. Hal ini akan mempercepat program swasembada pangan karena program-program ke arah swasembada akan dapat dilaksanakan secara masif, sinergis, dan integratif," kata Viva. 

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu juga meminta pemerintah mensinergikan hasil riset pertanian yang berkualitas, terutama yang dilakukan oleh perguruan tinggi dan Balitbang pertanian dengan industri pertanian yang melibatkan pihak investor dan para entrepreneur. 

Tak hanya itu, pemerintah bisa mengambil alih kendali pasokan dan harga bahan pangan yang selama ini ditentukan oleh mekanisme pasar. 

"Untuk terjadinya pasar sempurna sangat sulit sehingga proses supply and demand ditentukan oleh negara produsen dan pelaku usaha impor yang berjumlah sangat sedikit tapi dapat mengalahkan kekuasaan negara/ pemerintah. Pangan itu bukan komoditas politik karena menyangkut kedaulatan negara," ungkap dia. 

Ia menilai, naiknya harga kedelai dan membuat pengusaha kecil semakin merana menunjukkan bahwa negara tidak berdaulat di bidang pangan karena sebagian besar komoditas pangan, beras, kedele, jagung, daging, garam, susu, gandum adalah impor. Belum lagi impor hortikultura. 

"Kondisi pangan nasional sangat ditentukan oleh negara produsen dan pelaku usaha impor yang mengendalikan pasokan dan harga," kata Viva. 

Dia juga menyebutkan, pemerintah tidak memiliki political will dalam kebijakan pembangunan pertanian. 

"Hal itu dibuktikan dari segi budgetting Kementerian Pertanian yang sangat kecil yaitu 1,3 persen dari APBN 2012, atau sekitar Rp17,8 triliun. Dana ini tidak cukup untuk merevitalisasi infrastruktur pertanian dan tidak bisa mempercepat program swasembada pangan 2014," ujar dia. 

Disamping itu, reformasi pembangunan pertanian stagnan karena terhambat oleh kecilnya alokasi dana APBN, kualitas aparat birokrasi pemerintahan daerah akibat otonomi daerah. 

"Seringkali posisi kepala dinas digunakan sebagai bargaining position di pemilukada yang menyebabkan dipimpin orang yang tidak profesional, terjadinya penyimpangan program di lapangan karena moral hazzard, dan visi teknologis dan riset masih sangat lemah," kata Viva. 


Redaktur: Gurun Ismalia
Sumber: antara



Dahlan: BUMN Produksi Jagung dan Kedelai 2013

Meneg BUMN, Dahlan Iskan(kiri), dan Wali Kota Solo, Joko Widodo, saat hadir dalam Indonesia Knowledge Festival di Jakarta, Selasa(10/7). Indonesia Knowledge Festifal & Indonesia Make Study Award 2012, menampilkan sejumlah pimpinan perusahaan dan pemerintahan yang berpengaruh dengan tema, " Knowledge is not Power, Shared Knowledge is Power". FOTO ANTARA/Ujang Zaelani/ss/nz/12
Tahun depan, baru bisa bantu kedelai, sorgum, jagung dan sagu.


Menteri BUMN Dahlan Iskan mengungkapkan Badan Usaha Milik Negara akan memproduksi empat komoditas, seperti kedelai, sorgum, sagu dan jagung tahun depan. 

Saat ini, BUMN terus membantu menjaga ketahanan pangan dalam sektor beras, gula, dan sapi, kata Dahlan di Jakarta, Rabu..

"Memang kami belum bisa bantu untuk semuanya. Tahun depan, baru bisa bantu kedelai, sorgum, jagung dan sagu," ujarnya saat ditemui di gedung Bank Indonesia, Rabu.

Dahlan mengakui BUMN tidak dapat memenuhi semua keinginan masyarakat, karena sudah ada instansi yang bertanggung jawab untuk pengadaan komoditas tersebut.

"Saya tidak bisa terlalu masuk begitu dalam karena sudah ada yang mengurusinya [kementerian terkait]," tuturnya.

Keinginan Dahlan agar BUMN mulai memproduksi kedelai terlepas dari adanya aksi mogok perajin tempe-tahu yang dilakukan Rabu. Hal ini dilakukan karena kelangkaan tahu-tempe di seluruh Indonesia. 

Pemogokan ini merupakan bentuk protes agar pemerintah memperhatikan nasib perajin tempe, sekaligus sebagai terapi kejut ke konsumen agar dapat menerima kenaikan harga tempe. 

Dalam catatan Dahlan, ia sudah belajar dari PT Hijau Lestari di Jawa Barat, salah satu anak perusahaan BUMN yang mengembangkan sorgum, yaitu tanaman yang mampu tumbuh di tanah tandus. BUMN akan mencari 15.000 hektare tanah tidak subur untuk ditanami sorgum besar-besaran.

Selama ini sudah ada petani yang menanam sorgum di Jawa Barat, namun masih dalam kapasitas kecil. Hal ini ditengarai karena lahan milik petani tidak luas.

Menurut Dahlan, ada beberapa lahan yang tersebar di Jawa Timur (Banyuwangi) yang kurang subur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sumba. Di lokasi-lokasi tersebut, BUMN memiliki tanah tandus sangat luas yang kurang produktif. 

"Akhir tahun ini, lahan-lahan itu sudah harus berubah menjadi kawasan sorgum," paparnya.

Dahlan juga meminta Perhutani membangun pabrik sagu di Papua. Perhutani akan dibantu oleh Institut Teknologi Surabaya untuk membuat penggilingan sagu agar menjadi beras.



Redaktur: Eveline Patricia
Sumber: antara




Kemendag Keluarkan Tiga Upaya Stabilkan Harga Kedelai

Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi | FOTO ANTARA
Untuk mengurangi biaya distribusi dan margin, kami akan mendorong koperasi tahu dan tempe untuk melakukan impor sendiri.


Kementerian Perdagangan mengeluarkan tiga upaya untuk menstabilkan harga kedelai di pasaran Indonesia.

"Pertama, kami akan membebaskan bea masuk impor kedelai. Saat ini sebesar 5 persen dan akan di nol persenkan, yang akan berlaku secepatnya," kata Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi di Jakarta, Rabu.

Bayu mengatakan, hal itu tidak akan berlaku selamanya dan diharapkan berlaku pada Agustus hingga Desember 2012 untuk melindungi petani kedelai lokal.

Upaya kedua, pemerintah ingin memfasilitasi koperasi perajin tempe dan tahu agar bisa melakukan impor bahan baku kedelai secara mandiri.

"Selama ini izin impor sifatnya terbuka dan dipegang oleh swasta. Untuk mengurangi biaya distribusi dan margin, kami akan mendorong koperasi tahu dan tempe untuk melakukan impor sendiri," kata Bayu.

Dia juga menjelaskan perajin nantinya dipersilakan bekerja sama dengan Badan Urusan Logistik (Bulog) sehingga dengan sejumlah upaya tersebut perajin berkemampuan mendapatkan kedelai yang paling murah.

Kemudian upaya ketiga yang direncanakan oleh Kemendag adalah mendorong produksi kedelai dalam negeri agar dapat mencukupi kebutuhan perajin tempe dan tahu serta produk turunan kedelai lokal.

"Ada sejumlah langkah yang telah pemerintah siapkan seperti memanfaatkan lahan yang telantar," kata dia.

Menurut Bayu, harga rata-rata kedelai dunia yang meningkat, pada Juni 2012 sekitar 520 dolar AS per ton, sedangkan pada Januari 2012 sekitar 435 dolar AS per ton, disebabkan oleh anomali cuaca di sejumlah negara pengimpor kedelai.

"Situasi ini dialami oleh semua negara, ini faktor dari ketidakpastian iklim," kata Bayu.

Situasi tersebut menyebabkan perajin tahu dan tempe kesulitan menyesuaikan harga di saat harga kedelai naik secara laten.

Kebutuhan kedelai dalam negeri per tahun sekitar 2 juta ton di luar kebutuhan pangan.

Sedangkan produksi kedelai dalam negeri baru bisa menghasilkan sekitar 800 ribu ton dan sisanya masih mengimpor dari Amerika Serikat, Brazil, dan Argentina. 



Redaktur: Eveline Patricia
Sumber: antara

Indonesia Laboratorium Tanaman Obat Terbesar Dunia


Keberadaan herbal sebagai obat alami yang sejak dahulu kala diyakini khasiatnya dalam mengobati berbagai penyakit, kini semakin diperhitungkan oleh para peneliti dunia
Keberadaan herbal sebagai obat alami yang sejak dahulu kala diyakini khasiatnya dalam mengobati berbagai penyakit, kini semakin diperhitungkan oleh para peneliti dunia (sumber: Chongtoon)
80 persen herbal di dunia tumbuh di negeri ini, bahkan obat anti-kanker di Amerika Serikat pun berasal dari herbal yang ada di Indonesia.

Indonesia merupakan salah satu laboratorium tanaman obat terbesar di dunia. Sekitar 80 persen herbal dunia tumbuh di negeri ini.

Indonesia sendiri, kata Paramasari Dirgahayu, dr PhD, memiliki sekitar 35 ribu jenis tumbuhan tingkat tinggi, 3.500 diantaranya dilaporkan sebagai tumbuhan obat.

"Nenek  moyang kita memanfaatkan flora kekayaan alam itu dengan cerdas. Dikenal istilah jamu untuk menyebut ramuan dari tanaman obat," katanya pada pidato orasi ilmiah  "Aktualisasi Kearifan Lokal Bidang Kesehatan Untuk Mewujudkan Pembangunan Melenium (MDGs), pada Dies Natalis ke -36 Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) di Kampusnya Kentingan, Solo, Senin (12/3).

Tak hanya itu, lanjut Paramasari, Indonesia disebut juga merupakan mega senter keanekaragaman hayati terbesar di dunia -- berupa tumbuhan tropis dan biota laut -- yang memiliki kurang lebih 30.000 jenis tumbuhan, dan sekitar 7.000 di antaranya berkhasiat obat.

Terdapat 45 macam obat penting yang beredar di Amerika Serikat (AS) berasal dari 14 species tumbuhan Indonesia. Termasuk, vinblastin dan vincristin (obat anti kanker) yang berasal dari tanaman tapak dara.

"Namun sangat disayangkan, bahwa potensi besar tersebut belum dimanfaatkan seoptimal mungkin, bahkan China, Korea dan Jepang lebih dikenal sebagai negara penghasil herbal terkemuka di dunia," katanya.

Ia mengatakan, hal ini menunjukkan bahwa, herbal medicine Indonesia belum mendapatkan kepercayaan seutuhnya dari masyarakat Indonesia, terbukti Indonesia masih mengimpor herbal dari China, Korea dan Jepang.

Tren pengobatan kembali ke alam mencuat lantaran pengobatan berbasis herbal dapat memicu usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronis meningkat.

Selain itu, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu (seperti kanker), mahalnya harga obat, dan komplikasi yang ditimbulkan dari obat sintetik, serta meluasnya akses informasi mengenai obat herbal di seluruh dunia membuat herbal semakin diminati masyarakat dunia.

Kenyataan ini, kata Paramasari, harus dilihat sebagai kesempatan  dan peluang pengembangan khasiat tanaman obat Indonesia, yang tadinya merupakan obat tradisional, menjadi obat tersertifikasi.

Tentang DaVinaNews.com

Davinanews.com Diterbitkan oleh Da Vina Group Davinanews.com adalah situs berita dan opini yang memiliki keunggulan pada kecepatan, ketepatan, kelengkapan, pemilihan isu yang tepat, dan penyajian yang memperhatikan hukum positif dan asas kepatutan Davinanews.com memberikan kesempatan kepada para pembaca untuk berinteraksi. Pada setiap berita, pembaca bisa langsung memberikan tanggapan. Kami juga menyediakan topik-topik aktual bagi Anda untuk saling bertukar pandangan. Davinanews.com menerima opini pembaca dengan panjang maksimal 5.000 karakter. Lengkapi dengan foto dan profil singkat (beserta link blog pribadi Anda). Silakan kirim ke email: news.davina@gmail.com.